Awas, 50 Persen Penderita Diabetes Berisiko Terkena Gejala Neuropati

Panditio Rayendra | 24 November 2019 | 19:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Data International Diabetes Federation yang dirilis tahun 2017 menjelaskan 50 persen penderita diabetes berisiko terkena gejala neuropati.

Sementara di Indonesia, ada lebih dari 10 juta kasus diabetes. Hasil Riset Kesehatan Dasar Kementerian Republik Indonesia tahun lalu menyebut, prevalensi Diabetes Melitus 2018 mencapai 10,9 persen yang menggunakan konsensus Perkumpulan Endokrinologi Idonesia 2015. Hasil riset ini memicu keprihatinan publik. Mengingat, sebagian besar penderita diabetes berisiko mengalami komplikasi.

Salah satunya, neuropati diabetes. Neuropati diabetes disertai gejala seperti kebas, kesemutan, sensasi terbakar dan sakit di bagian tubuh tertentu. Gejala ini makin sering muncul jika durasi diabetes cukup lama dan kadar gula tak terkontrol. Memperingati Hari Diabetes Sedunia yang jatuh pada 14 November lalu, P&G Health melalui Neurobion menggelar edukasi pencegahan neuropati khususnya bagi penderita diabetes. Amat penting bagi pasien neuropati diabetes mengonsumsi vitamin neurotropik untuk mengurangi gejala neuropati. 

Edukasi mengenai vitamin neurotropik ini berdasarkan Studi Klinis 2018 NENOIN (penelitian non-intervensi dengan vitamin neurotropik) yang membuktikan konsumsi vitamin neurotropik (kombinasi B1, B6 dan B12) dapat mengurangi gejala neuropati secara signifikan. “Dampaknya terasa dalam 3 bulan periode konsumsi, pada 66 persen pasien diabetes. Salah satu kelompok responden penelitian ini, yakni 104 pasien yang mengalami gejala ringan dan sedang,” beber Medical and Technical Affairs Manager Consumer Health, P&G Health, dr. Yoska Yasahardja.

Selama masa penelitian, responden mengonsumsi satu tablet vitamin neurotropik sekali sehari setelah makan. Ketua Pesatuan Diabetes Indonesia wilayah Jakarta, Bogor, Bekasi dan Depok, Prof. Dr. dr. Mardi Santoso, DTM&H, SpPD-KEMD, FINASIM, FACE, menjelaskan, tingginya kadar gula tubuh dalam kurun waktu lama melemahkan dinding pembuluh darah yang memberi nutrisi ke sel saraf. Akibatnya, sel saraf rusak dan penderita diabetes memiliki risiko tinggi terkena kerusakan saraf tepi atau neuropati perifer. 

“Jika diabetes dan kerusakan saraf tidak segera ditangani, maka akan mencapai tahap krusial, sehingga kelainan saraf itu makin sulit untuk pulih seperti semula,” ujar Mardi di Jakarta, baru-baru ini

Penulis : Panditio Rayendra
Editor : Panditio Rayendra