Kelebihan dan Kekurangan Pola Asuh Anak ala Barat dan Asia 

Rizki Adis Abeba | 6 Agustus 2019 | 18:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Setiap anak dilahirkan sama polos. Namun proses tumbuh kembang anak menjadi kompleks karena dipengaruhi berbagai faktor seperti faktor genetik, nutrisi, lingkungan, dan pola asuh. Dalam membentuk karakter anak, perbedaan budaya dan pola asuh memiliki peranan besar. Ini sebabnya karakter anak-anak di Asia berbeda dengan anak-anak di negara Barat.

Heidi Keller, psikolog dari Universitas Osnabruck, Jerman, mengidentifikasi dua pola asuh berbeda, yang berkaitan dengan pola asuh orang tua di Asia dan Barat. Pertama, pola asuh proximal, yakni pola asuh dengan mengedepankan kontak tubuh antara ibu dan anak dalam waktu lama dan konsisten. Kedua, pola asuh distal, yang mengutamakan kontak mata dan komunikasi melalui kata-kata dan ekspresi wajah.

Proximal dan distal: kelebihan dan kekurangan

Gaya asuh proximal identik dengan pola asuh orang tua di Asia. Ibu-ibu di Asia umumnya melakukan kontak tubuh intensif dengan anak, sejak anak lahir setidaknya sampai usai masa menyusui. Tidur bersama si kecil, mandi bersama, menggendong bayi ketika bepergian, hal lazim bagi orang tua di Asia.

“Pola asuh ini membentuk self-regulation atau kemampuan mengontrol emosi, perilaku, dan perhatian. Anak-anak dengan pola asuh ini lebih bisa mengikuti instruksi dari orang dewasa. Keberadaan ibu di sisi mereka (yang selalu memberi perasaan nyaman) membuat anak-anak Asia cenderung lebih tenang,” urai Keller.

Ibu-ibu di Asia juga dikenal proaktif dalam memahami kebutuhan si kecil. Mereka melakukan apa pun demi menghindari si kecil rewel dan menangis. Ibu-ibu di Asia bisa dikatakan hampir selalu berada bersama bayi mereka selama dua tahun pertama. Sebuah survei di Jepang bahkan mengungkapkan, ibu-ibu di Jepang umumnya hanya menghabiskan waktu dua jam per minggu tanpa bayi di sisi mereka.

Kelemahannya, anak-anak Asia tidak pandai menyampaikan emosi, sehingga kerap meluapkan emosi dengan cara yang salah. Mereka juga kurang percaya diri, kurang pandai mengambil keputusan, pasif, dan memiliki ketergantungan yang tinggi dengan orang tua. Karena terbiasa dilayani, mereka cenderung menunggu kebutuhan mereka dipenuhi alih-alih berusaha mendapatkannya.

Sementara itu, orang tua di Barat umumnya menerapkan pola asuh distal. “Mereka lebih menekankan hubungan dengan kontak mata, ekspresi wajah, dan kata-kata,” jelas Keller. Anak-anak di Barat selalu diperlakukan sebagai seorang manusia, bukan bayi. Cara ini mendorong anak-anak untuk mengenali diri sedini mungkin atau self-recognition. Mereka melihat diri sebagai “pemain” di dalam lingkungan tertentu dan menyadari bisa memberikan pengaruh dan kontrol di lingkungan itu. Ini sebabnya anak-anak di Barat lebih percaya diri, ekspresif, berani mengatur, berargumen, dan menyampaikan gagasan.

Masalahnya, anak-anak Barat perlahan menjadi “penguasa” di lingkungan mereka melalui proses pengenalan diri itu. Mereka menangis dan melakukan apa pun agar keinginan mereka terpenuhi, juga melanggar aturan yang tidak mereka terima, karena posisi anak dan orang tua setara. Dari kacamata orang Asia, cara anak-anak di Barat memperlakukan orang tua melanggar norma kesopanan.

Tidak ada rumus pasti dalam hal mengasuh anak. Tidak ada pola asuh yang sempurna. Inilah sebabnya sebagai orang tua Anda teruslah mempelajari banyak hal dari berbagai budaya dan cara asuh berbeda. Ambillah semua hal positif untuk diterapkan pada pola asuh Anda. Kombinasi gaya mengasuh proximal dan distal bisa saling melengkapi. Sisi positif keduanya akan membentuk anak yang mampu mengekspresikan diri dan berani, namun respek terhadap orang tua dan bisa mematuhi peraturan. Tentu saja tidak ada hal yang sempurna di dunia, termasuk dalam mendidik anak. Kesalahan dan kekurangan pasti menjadi bagian dari perjalanan Anda membesarkan anak. Yang terpenting Anda mau belajar dari kesalahan dan memperbaiki diri di kemudian hari.

(riz)

 

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor : Rizki Adis Abeba