5 Pendekatan Efektif dalam Membahas Isu Sensitif dengan Anak

Rizki Adis Abeba | 22 November 2019 | 04:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Informasi dan persepsi yang salah tentang seks, pornografi, alkohol, dan obat-obatan terlarang akan menjerumuskan anak pada hal yang tidak diinginkan. Di Swedia yang telah memasukkan pendidikan seks ke dalam kurikulum sekolah sejak 1956, tingkat kehamilan remaja di luar nikah terjadi sebanyak 8 per seribu remaja. Di Australia 16, AS 31, sedangkan data BKKBN pada 2016 di Indonesia mengungkap jumlah 48 dari seribu remaja.

“Sebagai orang tua, Anda seharusnya menjadi orang pertama yang menjelaskan soal seks dan reproduksi kepada anak serta hal itu perlu dijelaskan dengan akurat dan positif,” kata Vannesa Hamilton, perawat dan edukator seks yang mengasuh laman Talking the Talk di Austalia. Masalahnya, banyak orang tua risi lantas memilih menghindari obrolan dengan topik dewasa. Akibatnya, ungkap Hamilton, “Saat ini pornografi justru sering menjadi sarana utama pendidikan seks pada anak.”

Bagaimana caranya membahas topik sensitif dengan remaja tanpa perasaan risi? “Masalah besar bagi orang tua ketika berkomunikasi dengan remaja adalah menentukan kapan harus tegas dan kapan harus bersahabat,” kata Michael Hawton, psikolog serta konselor anak dan keluarga asal Australia. “Orang tua harus ingat bahwa anak juga boleh beropini. Namun tegas ketika membicarakan masalah di mana anak bersikap buruk atau agresif juga penting,” sambung penulis buku Engaging Adolescents: Parenting Tough Issues with Teenagers.

Lebih spesifik Hawton menyampaikan 5 pendekatan efektif bagi orang tua untuk membahas persoalan sensitif dengan anak remaja. Lima langkah itu adalah PASTA, dengan penjabaran berikut.

1. P: prepare atau bersiap. Orang tua harus menyiapkan diri dengan materi seputar halhal yang akan dibicarakan dengan anak. Banyak-banyaklah membaca dan menggali informasi, bisa dari internet atau bertanya kepada ahli. Tujuannya, agar Anda bisa menjawab semua pertanyaan anak secara lugas dan komprehensif. Kalimat “pokoknya seperti itu!” mungkin akan membungkam anak. Namun tidak menghentikan mereka untuk mencari informasi dari pihak lain yang bisa jadi menjerumuskan. Anda harus siap menjadi pusat informasi terbaik dan terlengkap bagi anak.

2. A: appointment atau janji. Tentukan tempat dan waktu yang santai agar obrolan berkualitas. Membicarakan masalah sensitif saat emosi tidak menentu, misalnya ketika anak lelah sepulang sekolah, tidak efektif. Waktu makan bersama atau menjelang tidur lebih disarankan.

3. S: say atau katakan saja. Gunakan bahasa yang santai. Hawton mengingatkan, “Hindari memulainya dengan topik tentang seks, namun bicaralah soal hubungan dan kedekatan anak dengan lawan jenis.” Bukan hanya orang tua yang risi, anak pun sulit bicara terbuka ketika mereka risi dan malu.

4. T: tame the tiger. Jika anak mendebat apa yang orang tua ucapkan, jangan serang atau hakimi mereka. Alihalih pahami perasaan dan kebutuhan mereka lalu sampaikan pemecahan yang berbeda dari masalah mereka.

5. A: agreement atau kesepakatan. Pada akhirnya tetapkan batas terkait seks, pornografi, dan narkotika untuk mencegah anak terjerumus ke dalamnya. Ajaklah anak untuk membuat kesepakatan dan konsekuensi yang akan diterima jika mereka melanggar batas. “Kalau kamu ketahuan menggunakan narkotika, kamu tahu dirimu berurusan dengan hukum. Ayah dan ibu tidak akan membantumu berurusan dengan polisi jika sampai itu terjadi,” misalnya. Berikan kesempatan dan kepercayaan kepada anak untuk bertanggung jawab pada diri mereka. Selebihnya, Anda tetap terus bertanggung jawab untuk mengawasi mereka. 

 

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor : Rizki Adis Abeba