Cara Menyikapi Anak yang Kerap Melontarkan Pertanyaan Aneh

aura.co.id | 8 September 2020 | 23:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Mungkin Anda sedang kehabisan akal menghadapi sederet pertanyaan yang terlontar dari mulut si kecil. Misalnya ketika anak yang sedang asyik bermain di taman bertanya, mengapa cacing melata dan tidak berjalan? Atau ketika sedang berenang, si kecil bertanya mengapa air di kolam renang terasa dingin? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terdengar hampir setiap hari. Bagaimana kiat untuk menyikapi segudang pertanyaan ajaib si kecil?

Tanda Anak Tengah Berkembang

Psikolog anak dari pusat konseling pengasuhan dan pendidikan Sahabat Orangtua & Anak (SOA) di Tangerang, Hanlie Muliani, M.Psi, menerangkan bahwa gemar bertanya adalah fase normal dalam perkembangan anak.

“Anak kecil itu seperti orang yang berada di sebuah tempat asing. Mereka berusaha untuk mengenali dan menggali informasi sebanyak mungkin tentang segala hal yang mereka temui. Dan anak yang kerap bertanya, artinya memiliki keingintahuan. Ini salah satu tanda bahwa anak tengah berkembang,” terang Hanlie.

Karena berkaitan dengan perkembangan, maka pertanyaan yang terlontar berhubungan dengan usia anak. “Anak mulai aktif bertanya di usia 2 tahun. Namun di usia itu, karena kosakata terbatas, anak mengajukan pertanyaan yang bersifat mengidentifikasi sesuatu, misalnya ‘itu apa?’ Usia 3 tahun, karena sudah mengenali beberapa hal, pertanyaan akan berkembang ke kata tanya ‘kenapa’. Usia 4 tahun ke atas, pertanyaan yang diajukan akan jauh lebih kompleks seperti ‘bagaimana mobil bisa berjalan?’ dan sebagainya,” jelasnya.

Tugas orang tua, menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan benar. Jangan sampai menyampaikan jawaban-jawaban yang salah atau asal, karena akan menyesatkan anak dengan informasi tidak benar. “Ingat, anak seusia itu belum bisa memilah mana yang benar atau tidak benar,” tegas Hanlie.

Menyederhanakan Jawaban

Ketika pertanyaan anak terdengar membutuhkan penjelasan yang berat serta dalam, Hanlie menyarankan orang tua untuk menyederhanakan jawaban, tergantung pada usia anak.

“Misalnya anak balita Anda bertanya, ‘Mengapa ada bayi di dalam perut Mama?’ Anda bisa menjawab, ‘Ini adik kamu. Beberapa bulan lagi akan ada adik bayi seperti anak tante ini, lo!’ Kalau anak bertanya lagi dari mana datangnya adik bayi, kita bisa jawab, ‘Ini hadiah dari Tuhan buat Mama, Papa, dan Kakak.’ Nah, kalau yang bertanya demikian adalah anak kelas 5 SD, maka Anda boleh menjelaskan secara ilmiah bahwa bayi terbentuk dari sel sperma dan sel telur dengan cara hubungan seksual, tetapi hubungan ini baru boleh dilakukan setelah menikah. Jawaban seperti itu cukup dimengerti oleh anak,” Hanlie memberi contoh.

Tentu ada masanya orang tua lelah akibat kesibukan kerja atau urusan lain, sehingga tidak sanggup meladeni pertanyaan si kecil. Tidak masalah bila ingin menghentikan anak menanyakan ini dan itu. Namun tidak dengan membentak, marah, atau mengucapkan serangkaian kata negatif, karena bisa mematikan keingintahuan anak.

“Wajar Anda lelah dan sedang tidak ingin menjawab pertanyaan anak-anak. Untuk menghindari pertanyaan mereka, Anda bisa mengungkapkan penolakan dengan jawaban seperti ini, ‘Pertanyaan kamu menarik buat Mama, tetapi saat ini Mama lagi capek jadi belum bisa menjawab pertanyaan kamu. Besok Mama jawab, ya!’ Ini tidak membuat anak merasa bersalah dengan pertanyaan mereka sekaligus memahami kondisi orang tuanya sedang lelah. Namun, jika Anda sudah berjanji untuk menjawab pertanyaa esok, Anda harus menjawabnya esok,” pungkas Hanlie.

 

Penulis : aura.co.id
Editor : aura.co.id