Suami Terkena PHK, Bagaimana Istri Harus Menyikapinya?

Vallesca Souisa | 11 September 2019 | 05:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Suatu hari suami pulang ke rumah membawa berita tak mengenakkan: dalam waktu dekat ia akan diberhentikan dari perusahaan tempat ia bekerja atau di-PHK. Mendengar kabar ini, hati dan pikiran istri bercampur aduk antara panik, sedih, sekaligus khawatir. Bagaimana dengan nasib pendidikan anak-anak, cicilan bulanan, dan pengeluaran harian? Sementara Anda hanya ibu rumah tangga. Tidak masalah kalau suami bisa langsung mendapatkan pekerjaan baru, kalau sebaliknya? Bisa-bisa memicu konflik dalam rumah tangga. Bagaimana sebaiknya seorang istri menyikapi kenyataan ini?

Psikolog Roslina Verauli, M.Psi, mengatakan, keluarga adalah sebuah sistem. Ketika ada salah satu anggota keluarga tertimpa masalah, sistem pasti akan goyah. “Anak sakit atau istri stres saja bisa membuat keluarga goyah, apalagi suami kena PHK? Ini salah satu problem rumah tangga yang sering terjadi. Sebenarnya setiap anggota keluarga, baik istri maupun anak-anak, punya peranan masing-masing dalam menghadapi masalah ini. Tidak semuanya dilimpahkan kepada suami, mentang-mentang dia kepala keluarga. Itu dulu yang harus dipahami,” ungkap Roslina.

Menurutnya, seorang istri dan ibu berperan sebagai support system di dalam keluarga, yakni berfungsi menenangkan dan menjaga kestabilan emosi. “Suami sudah stres, Anda jangan ikut senewen. Sebaliknya Anda harus mengajaknya duduk bersama, berdiskusi, bertukar pikiran, dan mau mendengarkannya,” ujarnya.

Kehilangan pekerjaan pasti membawa tekanan bertubi-tubi. Ini masanya seorang pria bisa merasa kehilangan arah. Untuk itu dia butuh ruang dan waktu tersendiri dalam keluarga. “Pasangan membutuhkan pandangan dan sikap yang positif Anda. Jangan semata-mata menyalahkannya. Pemutusan kerja bisa terjadi karena banyak hal,” Roslina mengingatkan.

Situasi seperti ini secara tak langsung akan menguji motif sebuah pernikahan. Apakah pernikahan Anda benar-benar dilandasi cinta atau status sosial dan materi? “Mereka yang menikah berlandaskan cinta umumnya mampu mencari jalan keluar bersama. Ketika badai berlalu, pernikahan justru bisa semakin kokoh,” tutur Roslina. Sementara yang menikah karena status sosial atau ekonomi harus berhati-hati, karena masalah PHK dapat memicu keretakan dalam rumah tangga.

“Dalam kondisi ekonomi keluarga yang mengkhawatirkan, istri seharusnya mampu mengelola emosi diri sendiri dan setiap anggota keluarganya serta segera melakukan penyesuaian-penyesuaian. Misalnya, penyesuaian terhadap gaya hidup. Cobalah mendorong anak agar mulai menjalankan peranan dalam keluarga. Demi menghemat pengeluaran misalnya, Anda tidak perlu menggunakan pembantu dulu. Anak bisa membantu orang tua, contohnya mulai dari membersihkan kamarnya sendiri sampai membantu Anda memasak. Terkadang masalahnya bukan terletak pada besaran uang yang harus masuk. Melainkan Anda bisa mengelola yang ada dengan sebaik-baiknya,” Roslina menegaskan.

Ketika anak mempertanyakan perubahan-perubahan yang terjadi, jelaskan kondisi yang sebenarnya. Mengapa kini mereka harus membantu ayah dan ibun di rumah? Mengapa uang jajan mereka harus dikurangi? Anak-anak juga perlu mengerti kondisi orang tua mereka. “Komunikasi yang terbuka sangat diperlukan di masa-masa seperti ini,” sambung Roslina.

Selanjutnya, pasangan suami istri harus kompak, sama-sama berpikir keras mencari sumber penghasilan baru. Kalau memang mencari pekerjaan di perusahaan lain memakan waktu lama dan sulit, Anda sebagai istri bisa memberikan ide atau alternatif, seperti mencoba usaha kecil. Ulurkan tangan Anda untuk membantu.

“Saat ini saya rasa banyak cara mendapatkan uang. Apa pun bisa jadi uang,” tukas Roslina. Selama tidak emosional, Anda dan suami akan menemukan peluang-peluang baru yang mendatangkan pemasukan, demikian Roslina meyakinkan.

(val)

Penulis : Vallesca Souisa
Editor : Vallesca Souisa