Pentingnya Tetap Mempertahankan Ritual Pacaran Setelah Menikah

aura.co.id | 25 Agustus 2020 | 22:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Tetap berpacaran setelah menikah dalam hal ini tentu dengan pasangan suami atau istri sendiri, lo! Bukan dengan orang lain. Pacaran, sejatinya adalah proses perkenalan, yang tujuannya adalah mengetahui apakah seseorang ini tepat atau tidak untuk menjadi pendamping (suami atau istri) kita. Bumbunya macam-macam.

“Tentu tidak lepas dari ritual-ritual kasih sayang. Kebaikan, kemesraan, dari mulai pandangan mata, sentuhan, belaian, dan lain-lain,” buka Anggia Chrisanti, konselor dan terapis di Biro Konsultasi Psikologi Westaria. “Tapi dalam takaran fakta, bukan norma. Karena sebetulnya, baik secara norma agama maupun ketimuran, sebetulnya tidak banyak hal yang bisa kita lakukan dalam pacaran itu sendiri,” imbuhnya.

Namun sekali lagi, kenyataannya, romansa pacaran begitu banyak warnanya. Memberi bunga, cokelat, bermacam hadiah, menyeberangi jalan dituntun, jalan digandeng bahkan dirangkul. Makan siang bersama, makan malam bersama, nonton, sampai mengumbar kata cinta secara personal maupun mengungkapkannya dalam ranah publik (misalnya, media sosial).

“Pokoknya, biarkan semua orang tahu betapa kamu mencintai dirinya,” ujar Anggia. “Tapi lucunya, banyak yang mengaku, setelah menikah segala romansa itu memudar bahkan menghilang. Dengan alasan kesibukan di kantor, urusan rumah, urusan anak, atau yang paling aneh, 'ya, kan sudah nikah (sudah dapat si target), terus mau apalagi? Padalah, cinta itu sifatnya naik turun,” terang Anggia.

Artinya, cinta itu harus dijaga, agar tidak melulu di posisi turun atau terendah kadarnya. Bisa tahu akibatnya kalau terus berada di kadar terendah?

“Oleh karena itu, mempertahankan keromantisan dengan tetap melakukan ritual 'pacaran' (seperti dipaparkan sebelumnya) itu sangat penting di dalam pernikahan,” yakin Anggia. Karena antara suami dan istri masih individu yang sama dengan saat pacaran dulu. Yang (bisa) terbuai dan tertarik dengan hal-hal sepele tapi manis.

“Atau Anda termasuk orang yang rela semua itu hilang hanya karena perasaan malu atau risi? Tua-tua masih kayak orang pacaran saja? Justru, kalau ada yang berpikir demikian itu yang ironis. Kok, dengan pasangan sah (agama dan negara) malah malu? Malah risi?”

Penulis : aura.co.id
Editor : aura.co.id