Terjebak Utang Demi Pernikahan Impian, Apa yang Harus Dilakukan?

Agestia Jatilarasati | 11 September 2019 | 03:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Bagi generasi milenial, mewujudkan pernikahan impian di zaman ini tidaklah murah. Pasangan harus merogoh kocek puluhan hingga ratusan juta, bahkan miliaran rupiah, demi menggelar resepsi pernikahan. Bila diukur dari besarnya gaji bulanan yang kita terima, pasti akan membuat pasangan mana pun garuk-garuk kepala. Akhirnya, demi merealisasikan pernikahan impian, mereka memilih berutang.

Sebaiknya Dihindari

Jika bisa menikah lebih cepat, memang lebih baik. Namun dana untuk pernikahan yang relatif tidak murah, seringkali menjadi kendala. Berutang mungkin bisa menjadi pilihan bagi pasangan yang ingin segera merealisasikan mimpi mereka. Namun para pasangan juga harus mempertimbangkan dampak dari utang bagi kehidupan mereka di kemudian hari.

Perencana keuangan dari OneShildt Financial Planning, Budi Raharjo, CFP mengatakan bahwa berutang demi pernikahan sebaiknya dihindari. “Utang akan menjadi beban tersendiri bagi pasangan setelah menikah. Jangan sampai setelah pesta pernikahan digelar yang notabene hanya satu sampai dua hari, menjadi beban untuk mereka selama berbulan-bulan ke depan,” terang Budi.

Ya, utang untuk biaya pernikahan tergolong sebagai utang konsumtif. Oleh karenanya, jumlah utang untuk modal pernikahan pun harus dibatasi. Budi menyarankan, batasan untuk mengambil besar cicilan tidak lebih dari 15 persen dari penghasilan bulanan pasangan.

“Para pasangan harus memikirkan biaya kehidupan setelah menikah. Misalnya, mereka harus menabung untuk membeli rumah, membiayai kehamilan, persalinan dan sebagainya. Jika pasangan harus mencicil untuk melunasi biaya pernikahan, tentunya akan mengurangi kemampuan menabung pasca pernikahan. Makanya saya menganjurkan para pasangan mengambil utang dengan tenor cicilan tidak lebih dari tiga bulan,” Budi menyarankan.

Jika Terlanjur Berutang

Bagaimana bila nasi sudah menjadi bubur? Jika Anda dan pasangan sudah terlanjur mengambil utang untuk biaya pernikahan dengan jumlah cicilan melebihi saran tadi, maka yang perlu dilakukan adalah menekan pengeluaran atau meningkatkan pendapatan.

“Jika sudah terlanjur berutang dan jumlah cicilannya ternyata melebihi 15 persen, maka yang bisa saya sarankan adalah menekan pengeluaran untuk sementara waktu sampai cicilan lunas, atau meningkatkan pendapatan dengan mencari penghasilan tambahan. Bila tidak memungkinkan maka dapat juga melunasi sebagian utang dengan beberapa aset yang masih dimungkinkan untuk dilikuidasi,” sarannya.

Lebih lanjut Budi memberikan pilihan yang lebih baik dari pada berutang, yakni dengan menabung sebelum pernikahan digelar. Menurutnya apabila seseorang dapat menyisihkan sekitar 30 persen dari penghasilannya saat lajang, maka dalam waktu lima tahun ke depan orang tersebut dapat menyelenggarakan pesta pernikahan.

dana pernikahan dengan menabung dari awal adalah cara terbaik. Apabila pasangan mengalami kendala biaya meski sudah menabung, masih ada cara menyiasatinya. Seperti menggunakan rumah pribadi sebagai tempat penyelenggaraan, rajin membandingkan biaya dekorasi, dokumentasi dan hiburan pesta pernikahan dari satu penyedia ke penyedia lain, serta memberdayakan kerabat yang bersedia membantu sebagai tim konsumsi. Intinya, utang adalah solusi terakhir apabila terjadi pengeluaran yang bersifat penting, bukan untuk menambah kemewahan acara pernikahan.” ujarnya.

Selain itu, dengan menabung, pasangan menjadi terbiasa disiplin dalam merencanakan keuangan. “Tidak tergesa-gesa dan gegabah dalam membuat keputusan keuangan akan menjadi modal yang bermanfaat dalam memecahkan masalah keuangan. Kecerdasan menunda kesenangan jadi terbentuk dan jika kebiasaan ini dapat dikembangkan bersama pasangan maka akan menjadi kebiasaan yang baik bagi mereka ke depannya,” tutup Budi. J Agestia/Foto: Dok. Pribadi

 

 

Penulis : Agestia Jatilarasati
Editor : Agestia Jatilarasati