Kasus Mirna: 8 Tingkah Mencurigakan Jessica yang Membawanya Menjadi Tersangka

TEMPO | 1 Februari 2016 | 04:02 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Setelah dua pekan bergelut dengan pemeriksaan dan memperkuat alat bukti, penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya akhirnya menetapkan Jessica Kumala Wongso menjadi tersangka dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin. Mirna, 27 tahun, meninggal seusai minum kopi es Vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada 6 Januari 2016. 

Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan Jessica Kumala Wongso terancam dijerat dengan Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pembunuhan berencana. "Tapi dia berhak didampingi kuasa hukumnya, kalau dia tidak punya pun akan kami sediakan," ujar Krishna di kantornya, Sabtu, 30 Januari 2016.

Andi Joesoef, pengacara Jessica, mengatakan kliennya siap dikonfrontasi dengan bukti-bukti milik kepolisian. “Kalau memang begitu, silakan polisi buktikan saja siapa yang merencanakan pembunuhannya. Kami juga bisa membuktikan kalau bukan dia pembunuhnya,” kata Andi, yang saat dihubungi Tempo mengaku sedang berada di Surabaya, Jawa Timur, Ahad, 31 Januari 2016.

Sewaktu statusnya menjadi saksi, Jessica berulang kali membantah bahwa dia terlibat dalam kematian sahabat baiknya itu. Keduanya diketahui pernah bersama-sama menuntut ilmu di Australia. Meski membantah, sejumlah kejanggalan di seputar tingkah Jessica sempat terekam dari pengakuan sejumlah saksi dan hasil pemeriksaan polisi sebelum dan sesudah penetapan tersangka itu. 

1. Datang Lebih Dulu

Jessica mengaku tiba terlebih dahulu di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Januari 2016, pukul 14.00 WIB. Padahal Jessica janji bertemu dengan tiga temannya, Mirna, Hani, dan Vera, pada 17.00. Kepada polisi Jessica mengaku datang lebih dulu untuk menghindari three in one. Sementara versi polisi, Jessica mengaku tiba pada  16.00 WIB.

Juru bicara Kepolisian Resor Jakarta Pusat, Suyatno, menyebutkan, Rabu sekitar 16.00 WIB, Jessica datang memesan 3 jenis minuman, yakni cocktail dan fashioned sazerac untuk dirinya dan Hani, serta kopi es Vietnam untuk Mirna. "Minuman itu langsung dibayar, 40 menit setelahnya korban dan seorang temannya yang lain bernama Hani datang," kata dia.

Dalam prarekonstruksi yang digelar polisi pada 11 Janauri 2016, terlihat seorang teman Mirna yang berbaju putih, diduga Jessica, datang lebih dulu. Ia memesan minuman kepada pelayan. Kemudian, pelayan datang membawa tiga gelas minuman ke meja nomor 54. Tak lama, Hani dan Mirna yang diperankan karyawan kafe datang. Mirna menenggak minuman yang dipesan oleh Jessica.

Usai minum, Mirna mengatakan, "It's awful, it's bad." Hani mengatakan, "Minumannya ada apa-apanya kali." Mirna merasa kepanasan. Ia mengibasan kedua tangan di lehernya. Hani memanggil pelayan. Seorang pria berjas hitam menghampiri. Seorang pelayan mengambil gelas-gelas kopi di atas meja. Meja digeser dan pelayan berjas hitam duduk di kursi Jessica. Jessica berdiri di sampingnya.

"Apakah anda keluarganya?" tanya pelayan kafe. Hani menjawab Mirna sudah berkeluarga. Lalu ia berinisiatif menelepon suami Mirna. Mulut Mirna mulai berbusa. Pelayan mengambil tisu dan menutup mulut Mirna. Ia menyuruh pelayan lain mengambil kursi roda. Mirna dibopong ketiga pelayan ke atas kursi roda. Mereka membawanya ke klinik bersama dan kedua teman Mirna ikut bersamanya.

Jessica lewat pengacaranya, Yudi Wibowo Sukitno, menyatakan, bukan dirinya yang memilih tempat dan  minuman saat bertemu Mirna. Jessica yang saat itu berkomunikasi dengan Mirna melalui WhatsApp diminta Mirna memesankan kopi es Vietnam. Karena berniat mentraktir, Jessica berinisiatif langsung membayar pesanan mereka. "Mirna yang minta dipesankan lewat WhatsApp."

2. Tas Belanja di Atas Meja

Sebelum tiba di Kafe Olivier, Jessica mengaku berkeliling mal dan membeli tiga bingkisan berisi sabun sebagai oleh-oleh bagi ketiga temannya itu. Di Kafe Olivier, Jessica menunggu Hani dan Mirna di meja nomor 54. Kantong belanjaan berisi sabun tersebut diletakkan oleh Jessica di atas meja. Aksi Jessica meletakkan tas belanjaan di atas meja menimbulkan kecurigaan.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Edi Saputra Hasibuan mengaku melihat cuplikan rekaman CCTV Kafe Olivier saat kematian Wayan. Edi berkata gerak gerik Jessica Kumala Wongso yang berada di tempat kejadian terlihat jelas. "Sempat saya lihat dia mencoba memindahkan gelas, tapi tak terlihat dia memasukkan sesuatu ke gelas itu," kata Edi, Sabtu, 26 Januari 2016.

Edi mengatakan posisi CCTV itu jauh dari meja tempat Mirna, Jessica dan seorang lagi bernama Hani duduk. "Tangannya terhalang tas, terlihat dia memindahkan gelas saja. Saya tak lihat yang lain," kata dia. Edi mengatakan bahwa CCTV ini merupakan salah satu satu bukti kuat yang dimiliki polisi, selain temuan seperti cairan kopi dan bukti fisik lainnya di lokasi.

"Intinya polisi sudah mantap dengan bukti yang mereka miliki, jadi tak boleh salah, apalagi setelah penetapan tersangka," kata Edi. Edi jika juga sempat menceritakan bagaimana tingkah Jessica saat masuk ke lokasi, sesuai apa yang dia lihat dari rekaman CCTV tersebut. "Terlihat bagaimana cara Jessica memesan kopi. Wajahnya sempat memandang kesana kemari, seperti mengamati sesuatu."

Pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto, sebelumnya membantah kecurigaan bahwa kliennya sengaja menaruh tas di meja itu. Yudi menjelaskan, Jessica justru memindahkan letak kantong belanjaan karena minuman yang dipesan sudah datang. "Jessica sempat memindahkan itu (kantong belanjaan) karena kopinya sudah datang. Kopi itu pesanan Mirna," kata Yudi di Polda Metro Jaya, 19 Januari 2016.

3. Tolak Mencicipi

Jessica menolak mencicipi kopi yang belakangan terbukti bercampur racun sianida yang menewaskan Mirna. Saat itu Mirna menhirup kopi dan merasa tenggorokanya seperti terbakar. "Mirna minta diambilkan air mineral," kata Jessica. Saat Jessica mengambil air mineral ternyata Hani ikut mencicipi kopi itu. "Saat kejadian saya enggak tahu kalau Hani ikut nyobain."

Jessica mengetahui bahwa Hani ikut mencicipi kopi ebracun itu saat prarekonstruksi. Jessica mengaku sempat diminta Mirna mencoba kopinya. "Saya enggak mau, karena punya penyakit maag dan lambung. Apalagi saat nuangin kopinya, pelayannya bilang, kopinya strong banget," kata dia. "Jadi saya hanya nyium saja. Takut enggak kuat karena dibilang strong itu kopinya."

Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan, sianida yang masuk ke dalam kopi Mirna antara 3-5 gram. "Segitu saja bisa mematikan orang dalam waktu 5-20 menit, kalau 15 gram sianida bisa mematikan 20 orang," ujarnya. Menurut Krishna, sianida masuk ke dalam kopi Mirna saat di lokasi. "Kopi di kafe itu siapa yang membuat? Kecil kemungkinan dibuat kafe itu."

Krishna mengungkapkan saksi Hani hanya menyicipi sedikit kopi yang dipesan Mirna. Hani adalah saksi sekaligus teman Wayan Mirna Salihin yang ikut berkumpul di Olivier, Grand Indonesia. "Nyicip itu, bukan disedot ya, kalo diseruput ya mati, itu dijilat, kemudian dilepeh lagi," ujar Khrisna. "Bukan ditelen dong, kalo nelen ya mati dan yang nelen cuma Mirna," ujar Khrisna.

4. Buang Celana Jins

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya mencari celana yang dibuang oleh asisten rumah tangga Jessica Kumala Wongso. Celana jins itu dipakai Jessica saat bertemu Mirna di Kafe Olivier. Celana itu diduga dapat menjadi bukti memgungkap kasus kemarian Mirna setelah meminum kopi Vietnam yang tercampur racun di kafe tersebut.

"Ada keterangan salah satu saksi yang mengatakan bahwa yang bersangkutan membuang celana (Jessica)," kata Krishna di kantornya, Rabu, 20 Januari 2016. Kemudian, penggeledahan sepekan lalu di rumah Jessica di daerah Sunter, Jakarta Utara. Namun penyidik tak menemukan celana itu. "Kami cari ke tempat sampah sampai ke pol sampah tidak ketemu sampai sekarang," ujarnya.

Pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto mengatakan, celana itu dibuang atas inisiatif pembantu Jessica. Menurut Yudi, pembantu Jessica itu juga sudah diperiksa oleh polisi. "Saya tidak tahu kenapa sekarang dicari (celananya), mungkin dikira ada sesuatu. Padahal memang besar robeknya di bagian bawah saat (Jessica) bopong Mirna mau dibawa ke rumah sakit."

Perihal Celana yang dibuang, kepada anggota Komnas HAM, Siane Indriani, jessica menceritakan celana tersebut merupakan celana yang sudah lama ia miliki. Celana itu sobek saat ia menaiki mobil suami Mirna. "Mobilnya Pajero, agak tinggi, sampai membuat celananya sobek saat menaikinya," ujarnya. Celana sobek Tersebut di taruh di keranjang baju sepulangnya ia dari Rumah Sakit.

5. Misteri Air Mineral

Dalam prarekonstruksi yang digelar oleh kepolisian terungkap bahwa minuman yang datang pertama adalah kopi es Vietnam pesanan Mirna. Dua minuman lainnya, yakni fashioned sazerac untuk Hani dan cocktail untuk Jessica datang belakangan. Ketika disuruh minum kopi, Jessica mengaku memiliki penyakit mag tapi dia memesan cocktail yang mengandung alkohol.

Darmawan Salihin, ayah Mirna, merasa dibohongi oleh Jessica. Pasalnya, saat bertemu Jessica dan mendengar keterangan Jessica untuk pertama kali terkait kejadian 6 Januari lalu, Jessica mengaku hanya memesan air mineral. Namun ternyata Darmawan mendapati bukti ia memesan minuman coctail. "Dia bohong sama saya, dia bilang cuma pesan air putih, nyatanya dia pesan coctail," ujarnya.

Terkait hal tersebut, Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan, pada berita acara pemeriksaan (BAP) milik Jessica, sejak awal ia mengakui memesan cocktail. Tetapi dalam BAP ayah Mirna, Darmawan mendapat keterangan Jessica memesan minuman air mineral. "Kalau dari BAP, bapaknya mendengar Jessica meminum air mineral. Kalau di BAP jessica dia minum cocktail. Sementara BAP saksi semua menyebutkan cocktail," ujar Krishna.

Yudi, pengacara Jessica Wongso, mengatakan bahwa saat dibawa ke Polda Metro Jaya, kliennya sempat ditunjukkan salah satu alat bukti yang dimiliki oleh polisi. “Bon kopi sama cocktail,” kata Wahyudi Wibowo saat dihubungi pada Minggu, 31 Januari 2016.

6. Depresi tapi Tenang

Ahli hipnoterapi, Kirdi Putra, berpendapat ketenangan Jessica saat memberi keterangan di media bertentangan dengan keluhannya saat menemui anggota Komnas HAM. “Dia mengaku depresi dan tertekan, namun sikapnya semakin tenang, jawabannya pun diulang terus menerus,” ujar Kirdi, yang sempat dimintai bantuan polisi dalam pemeriksaan saksi terkait kematian Mirna.

Kirdo mengatakan kesaksian Jessica terkesan monoton. “Saat pemeriksaan dia mengucapkan hal yang relative sama dengan yang sekarang dikatakannya di media,” kata dia. Menurut Kirdi, ketenangan Jessica itu wajar bila sikap itu memang adalah ‘baseline’, atau perilaku dasarnya saat menemui masalah besar. “Kalau itu memang ‘baseline’ dia, responsnya wajar,” kata Kirdi.

Dari pengamatan Kirdi, tidak ada indikasi depresi atau keadaan tertekan yang terlihat pada Jessica. “Meski dia orang yang tenang sekalipun, depresi harusnya bisa terlihat dengan bahasa tubuh, gestur, postur, ekspresi wajah, dan intonasi suaranya,” kata Kirdi. Alhasil, Kirdi mengatakan bahwa pernyataan Jessica tak sinkron dengan sikapnya yang sangat tenang.

Kata Kirdi, kejanggalan ini tak lantas memberi kesan bahwa Jessica bersalah atau memiliki keterlibatam penting dalam kasus tersebut. “Tapi sekaligus memberi kesan bahwa belum tentu dia tidak bersalah,” kata dia. Kedatangan Jessica ke Komnas HAM, menurut Kirdi, lebih memperlihatkan reaksi Jessica terhadap pemberitaan yang muncul terkait tudibngan terhadap dirinya.

7. Tak Panik

Ahli hipnoterapi Dewi P. Faeni mengatakan ada yang mencurigakan pada perilaku Jessica Wongso, teman ngopi Wayan Mirna Salihin, yang tewas di Restoran Olivier. Meski dituduh sebagai pembunuh temannya, Jessica tampak tenang dan tak terusik. "Ia bahkan menikmati," katanya dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 30 Januari 2016.

Dewi mengatakan mata bisa menunjukkan orang sedang berbohong. Jadi, saat berdialog, kontak mata sangat penting. "Saat diwawancara, eye movement-nya sangat cepat," ujarnya. Artinya, ada kegelisahan yang besar. Dewi menjelaskan, saat mata melirik ke sudut kanan atas, itu menunjukkan ia sedang berbohong. Sedangkan jika melihat ke sudut kiri atas, ia sedang mengingat data.

Dewi tak melihat kegelisahan di mata Jessica. Ada kemungkinan Jessica mulai terbiasa dengan pertanyaan itu-itu saja. Dewi melihat Jessica mulai tidak konsisten dalam jawabannya saat mata Jessica tak setegas saat pertama kali diperiksa. "Mungkin sudah dilatih karena sudah tiga minggu. Jadi terbiasa," ucapnya. Ia mengatakan pemeriksaan ini biasanya akurat hingga 62 persen.

8. Tak Berempati

Psikiater Syailendra menilai ada dua kemungkinan dari sikap Jessica yang selalu tampak tenang di depan media. Pertama karena dia memang bukan pembunuh Mirna, kedua karena dia terbiasa membunuh. "Jessica butuh tes kejiwaan," kata dia. Ia mengatakan, tes kejiwaan sangat penting dilakukan untuk memastikan pelaku memiliki gangguan jiwa atau tidak. Sebab, kata dia, ini merupakan bentuk pemeriksaan komprehensif.

Syailendra tak bisa memastikan apakah Jessica seorang psikopat. Dalam menentukan dia psikopat atau tidak, perlu dilakukan pemeriksaan yang mendalam. "Tidak bisa berandai-andai melalui pengamatan," ucap dia. Meski demikian, ia bisa memastikan satu hal. Seorang psikopat memiliki sifat yang tak bertanggung jawab. Tidak memiliki empati, serta biasa melakukan kejahatan berulang-ulang.

Pakar hipnoterapi Dewi P Faeni mengatakan, saat orang kehilangan, seharusnya ia bersedih dan berempati. Sebagai teman dekat Mirna, ia tak melihat hal tersebut di mata Jessica. "Tapi saya tidak melihat adan empat dari orang ini (Jessica)," katanya.

TEMPO

Penulis : TEMPO
Editor : TEMPO