Realita Menyedihkan Peternakan Bebek di Indonesia

Redaksi | 23 Desember 2021 | 01:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - LSM perlindungan hewan mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan penggunaan kandang baterai untuk bebek dan ayam petelur setelah penelusuran rahasia oleh We Animals Media dan Act For Farmed Animals ke sejumlah peternakan di Indonesia dan menemukan penderitaan hewan yang luar biasa. 

Penyelidikan tersebut menunjukkan bebek-bebek dikurung di kandang kecil, tidak dapat berjalan atau mengekspresikan perilaku alami layaknya hewan akuatik, dengan gejala tekanan panas  dan frustrasi. Rekaman yang lain menunjukkan banyak bebek yang saling injak; hidup di tempat kumuh, dikelilingi oleh bangkai dan kotoran; sekarat tanpa perawatan yang tepat dari dokter hewan; menunjukkan masalah kulit, luka terbuka, bulu rontok, dan berlumuran darah.

“Sungguh menyedihkan bahwa ketika konsumsi telur dan daging bebek meningkat di Indonesia, banyak orang Indonesia yang masih menganggap hewan-hewan ini hidup sejahtera, berkeliaran bebas di sawah. Tapi kenyataannya mereka dikurung dan dipaksa hidup dalam kondisi yang sangat tidak wajar yang menyebabkan mereka sangat menderita”, ungkap Angelina Pane, pendiri Animal Friends Jogja, anggota koalisi Act for Farmed Animals.

Penyelidikan ini juga mengungkap bagaimana bebek disembelih di rumah jagal dan pasar. Hewan-hewan tersebut digorok lehernya saat masih sepenuhnya sadar, dan dapat melihat bebek lainnya dijagal tepat di depan mereka saat menunggu gilirannya. Saat penyelidikan, seekor bebek digorok dan masih hidup dan sadar ketika seorang pekerja menuangkan air mendidih ke atasnya. Berjuang untuk melarikan diri, pekerja menjebak sang bebek  di dalam ember, hingga akhirnya bebek itu mati.

Studi ilmiah menunjukkan bahwa pengurungan bebek di kandang-kandang sempit dapat berdampak negatif pada kesehatan telapak dan kaki dan meningkatkan stres yang menyebabkan perilaku abnormal seperti mematuk bulunya sendiri. Kepadatan yang tinggi juga dapat membuat pengelolaan ventilasi dan limbah lebih menantang yang dapat meningkatkan risiko penyakit dan stres termal.

Bebek adalah unggas air, yang artinya dalam kondisi alami mereka hewan akuatik dan menghabiskan sebagian besar hidupnya di air. Para pakar kesejahteraan hewan juga telah menyimpulkan melalui penelitian-penelitian bahwa akses ke air sangat penting bagi bebek untuk melakukan berbagai perilaku normal yang berhubungan dengan air seperti mengayak makanan dari air, berendam, membersihkan diri di air, dan mencelupkan kepala ke dalam air. Perilaku alami ini penting agar bebek memiliki kondisi bulu yang baik, menjaga kebersihan lubang hidung dan mata, serta untuk termoregulasi (menjaga suhu tubuh tetap normal).

Pada tahun 2019, investigasi serupa oleh Act For Farmed Animals juga menemukan kondisi yang meresahkan di industri produksi telur ayam, hewan-hewan diimobilisasi di kandang baterai, dengan penyakit-penyakit yang tidak ditangani danlingkungan yang kotor. Karena kekejaman yang luar biasa ini, kandang baterai konvensional telah dilarang di seluruh Uni Eropa, Selandia Baru, dan beberapa negara bagian AS.

“Sebagian besar ayam petelur di Indonesia dikerangkeng di kandang-kandang sempit mereka hampir tidak bisa bergerak dan tidak dapat melakukan perilaku alaminya. Sistem pengurungan ini - bagi bebek dan ayam - sama sekali tidak sejalan dengan tradisi di Indonesia untuk memelihara hewan dengan diumbar bebas di ladang. Kami mendesak pemerintah Indonesia untuk mengubah kenyataan ini”, jelas Pane.

Sebagai hasil dari penyelidikan, Act for Farmed Animals mendesak Pemerintah Indonesia untuk:

●    memberikan insentif di Indonesia untuk menghapus kandang baterai secara bertahap;
●    mendukung peternak untuk beralih ke sistem dengan standar kesejahteraan hewan yang lebih tinggi; dan 
●    memiliki sistem yang tepat bagi kedua spesies untuk menjalankan perilaku alami mereka, termasuk akses air untuk bebek.

Warga negara Indonesia juga diimbau untuk mengunjungi www.actforfarmedanimals.org untuk mendesak pemerintah melakukan tindakan.

Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi