Pengalaman Menumpang Pesawat Justin Bieber yang Selalu Bikin Tersenyum

Binsar Hutapea | 6 Januari 2017 | 12:50 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Setiap melihat atau mendengar segala sesuatu yang berkaitan dengan Justin Bieber, ingatan saya seketika melayang ke sebuah peristiwa yang terjadi sekitar enam tahun silam. Peristiwa tersebut tak pernah gagal membuat saya tersenyum. 

Pada 2011 lalu, Justin bertandang ke Tanah Air. Di sini, ia menggelar pertunjukan yang merupakan bagian dari rangkaian “My World Tour”. Konser diadakan di Sentul International Convention Centre, Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu 23 April. Konser tersebut berlangsung semarak dan dihadiri puluhan ribu Belibers—sebutan  untuk penggemar Justin—yang tak henti-hentinya berteriak histeris. Saya tak ditugasi meliput konser itu. Sudah ada rekan jurnalis dari media saya yang dikirim ke sana. 

Nah, sehari setelah konser, persisnya pada Minggu pagi 24 April, mendadak saya dihubungi atasan dan diminta bersiap-siap terbang ke Bali siang itu juga untuk meliput kegiatan Justin. Tak ada penjelasan lebih rinci mengenai apa yang dilakukan Justin selama bertandang ke Pulau Dewata. Tapi setahu saya, ia tak punya agenda menggelar konser di sana. 

Tak lama setelah telepon tersebut, saya kemudian dihubungi oleh pihak yang mengundang liputan Justin Bieber di Bali. Ia menanyakan beberapa data untuk keperluan pemesanan tiket pesawat. Dia juga mengingatkan kalau saya sama sekali tak boleh berkicau di media sosial tentang rencana kedatangan Justin di Bali. “Ini liputan rahasia. Takutnya kalau tahu Justin Bieber ada di Bali, penggemar bakal tahu dan mengejarnya. Hal itu bisa mengganggu privasinya,” terang dia. Duh, padahal saya sudah gatal ingin pamer liputan Justin di media sosial. 

Siang hari, saya sudah berada di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Selain media saya, ada pula beberapa media nasional juga yang diajak meliput kunjungan Justin di Bali. Kami pergi menggunakan maskapai penerbangan berbiaya murah. Hampir dua jam di awan, kami sampai di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai mendekati sore hari. 

Setelah check-in di hotel yang disediakan pengundang, malam harinya kami diarahkan ke The Stones Entertainment Centre yang terletak di kompleks perhotelan The Stones Kuta. The Stones dimiliki pengusaha nasional sekaligus politisi Oesman Sapta Odeng. Nah, rencananya Justin akan mengunjungi tempat tersebut jelang tengah malam. Oesman Sapta Odeng yang mengundang Justin Bieber untuk mampir ke salah satu unit usahanya tersebut.

Justin sendiri bertolak ke Bali dari Jakarta pada pukul 9 malam. Dia berangkat dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, menggunakan pesawat pribadi yang khusus disewa untuk Justin. Saat masuk pesawat, Justin Bieber menenteng beberapa kardus berisi piza. Setelah pesawat mendarat di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai, dengan menumpang Toyota Alphard berwarna hitam dan dikawal beberapa mobil, Justin Bieber langsung dibawa ke The Stones Entertainment Center. 

Justin tiba di The Stones Entertainment Centre mendekati pukul 12 malam dengan mengenakan celana, sepatu, baju, dan topi bisbol berwarna hitam. Sang manajer, Scooter Braun, dan ibundanya, Pattie Mallette, menyertainya. Terlihat juga beberapa pengawal pribadi bertubuh besar menguntit Justin. Kedatangannya langsung disambut oleh Oesman Sapta Odang dan istrinya. Mereka kemudian melihat-lihat berbagai fasilitas yang ada di The Stones Entertainment Centre. Kami dipesan untuk tidak mewawancarai Justin selama dia berada di sana. Kami hanya boleh melihatnya dan dilarang melakukan komunikasi dalam bentuk apa pun dengannya. 

Sepenglihatan saya, Justin terlihat lebih ganteng ketimbang di televisi ataupun di majalah. Tubuhnya saat itu masih sangat ramping, tak sekekar sekarang. Sifat kanak-kanaknya masih terlihat dominan, walau tak dipungkiri aura kebintanganya terasa begitu kuat.

Di lantai dua The Stones Entertainment Centre, persis di depan home band yang tengah beraksi, rombongan Justin berhenti. Justin lantas bertanya kepada Oesman Sapta Odang, "Apa yang bisa aku lakukan untuk kalian?"

"Kamu bisa melakukan apa yang kamu mau," tutur Oesman Sapta Odang.

"Well, terus terang aku agak capek. Tapi aku akan melakukan sesuatu untuk kalian,” bilang Justin Bieber.

Justin lalu menuju ke arah instrumen drum. Ia memang menguasai alat musik tabuh tersebut. Dia lalu meminta seorang pemain kibor untuk mengiringnya tampil. Sontak berkumandanglah intro lagu "Sweet Home Alabama" milik band legendaris Lynyrd Skynyrd. Sembari menabuh drum, Justin juga menyanyikan lagu tersebut.

Saya persis berada di belakang Justin ketika ia asyik menggebuk drum. Jarak saya dengannya hanya berkisar dua meter. Saking dekatnya, saya bisa mencium bau parfum Justin. Ada terselip perasaan senang berada dalam jarak yang begitu dekat dengan Justin. Tak semua orang, lo bisa berdekatan dengan penyanyi populer yang digilai jutaan orang itu. Tapi terus terang saja, bukan ini yang membuat saya tersenyum-senyum. 

Usai bernyanyi, Justin berpose dengan Oesman Sapta Odang dan istrinya. Lalu setelah itu, Justin cabut menuju penginapan yang terletak di kawasan Tanah Lot. Kami, para jurnalis, juga akhirnya balik ke hotel. 

Banyak dari kami yang sedikit kecewa karena malam itu tak diperbolehkan mengobrol dengan Justin. Tentu liputan kami akan lebih afdal bila ada sesi ngobrol-ngobrol dengan Justin. Pihak pengundang berjanji akan mengusahakan wawancara pada keesokan harinya, Senin 25 April. Kalau pun tak bisa wawancara langsung, mereka berusaha membujuk Justin agar mau membalas pertanyaan tertulis yang kami buat. 

Namun jangankan berbincang, besoknya kami sama sekali tak melihat lagi wajah Justin yang kinyis itu. Barangkali, ia sedang asyik menikmati liburannya di Bali dan enggan diusik. Mau tak mau, kami harus puas dengan  hasil liputan malam sebelumnya.

Sore hari, saya dan teman-teman media lainnya bertolak ke Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai. Kami dibawa ke sisi lain Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai. Bagian tersebut tampak sepi, jauh dari hiruk pikuk penumpang. Hanya gerombolan kami saja yang ada di situ. Tampaknya terminal itu memang bukan untuk penumpang umum. Dan benar saja, pihak pengundang kemudian memberi tahu bahwa kami akan naik private plane yang ditumpangi Justin Bieber menuju Jakarta. Saya—dan teman-teman lain—sontak kegirangan. Maklum, rata-rata kami belum pernah terbang dengan pesawat pribadi. Kekecewaan akibat tak bisa berbincang dengan Justin Bieber, seketika pupus. 

Pesawat jenis Boeing tersebut berwarna putih. Ketika masuk dalam pesawat, rombongan kami disambut dengan oleh dua pramugari bule. Ternyata, pilot dan kopilotnya pesawat tersebut juga bule.

Pesawat yang kami naiki terdiri dari tiga bagian. Bagian depan di desain untuk tempat pertemuan. Di bagian ini terdapat dua buah sofa panjang plus mejanya. Sofa tersebut dilengkapi seat belt yang harus digunakan  penumpang saat hendak terbang ataupun mendarat. Selain sofa panjang, ada juga sofa tunggal yang jumlahnya, kalau saya tak salah hitung, mencapai sekitar 10 buah. Ada pula satu meja besar di bagian depan. Fungsinya, sebagai tempat menyajikan makanan. 

Bagian tengah pesawat merupakan kamar tidur. Ranjangnya bergaya victorian dan sangat  lebar. Mungkin bisa ditiduri oleh sekitar 4 atau 5 orang bertubuh sedang. Nah, di bagian belakang terdapat kamar mandi dengan interior yang luks. 

Segala kemewahan di pesawat tersebut membuat saya menganga. Meski puluhan kali terbang dengan pesawat, saya tak pernah merasakan kemewahan seperti ini. Sesaat sebelum mengangkasa, saya menyempatkan diri berfoto di dalam pesawat. Ketika mengunggahnya ke media sosial, banyak teman-teman yang me-like foto tersebut. Tak sedikit yang mengungkapkan rasa iri atas kemewahan yang saya cicipi, hi hi hi. 

Pilot lantas menyuruh kami bersiap-siap untuk lepas landas. Sebelum terbang, pramugari memberikan kami makanan ringan cokelat. Bila menggunakan pesawat komersil, biasanya pramugari hanya menyajikan permen. Sementara  bila menumpang pesawat ber-budget rendah, keadaanya lebih naas lagi. Anda tak akan disajaikan apa pun sebelum terbang—dan selama terbang. 

Ketika berada 10 atau 15 menit di udara, pramugari menuju meja besar di bagian depan pesawat. Ia membuka rak meja, dan mengeluarkan makanan bergaya Barat. Kami lalu dipersilakan untuk bersantap. Saya lagi-lagi terkagum, ternyata pesawat mewah ini juga menyediakan layanan buffet.

Biasanya, ketika terbang saya selalu diliputi perasaan cemas. Saya memang punya sedikit fobia naik kapal terbang. Tapi saat itu, kecemasan saya tak tampak. Mungkin karena rasa excited saya lebih tebal ketimbang perasaan takut.  Kondisi yang relatif bebas—saya bisa mondar mandir ke sana ke mari saat di pesawat—juga membuat saya tak terlalu overthinking mengenai penerbangan saat itu.

Waktu tempuh sekitar dua jam dari Bali menuju Bandar Udara Halim Perdanakusuma, nyaris saya tak rasakan. Barangkali teman-teman saya yang lain juga merasakan hal serupa. Ketika pilot pesawat mengumumkan pesawat bakal segera mendarat, muncul sedikit perasaan sedih. Pikir saya, begitu pesawat sampai ke tanah, maka berakhirlah kemewahan yang saya rasakan. 

Tragisnya, saya keluar dari area Bandar Udara Halim Perdanakusuma menumpangi angkot. Lalu saya pulang ke rumah menggunakan bus patas non-AC. Keadaan tersebut sangat timpang dengan kemewahan yang saya rasakan beberapa saat sebelumnya. Barangkali, bila saat itu saya menceritakan pengalaman saya naik pesawat pribadi ke penumpang bus lain, saya pasti dianggap melantur dan kurang waras. 

Anyway, pengalaman menaiki pesawat mewah itulah yang membuat saya selalu tersenyum bila mengingatnya. Dan ingatan itu otomatis muncul bila saya mendengar atau melihat segala sesuatu yang berpautan dengan Justin Bieber. Duh, saya jadi senyum-senyum lagi, nih...

(bin/bin)

Penulis : Binsar Hutapea
Editor : Binsar Hutapea