Catatan Menarik dari Perhelatan Nusantara Merandang 2018 di Jakarta

Wayan Diananto | 19 Desember 2018 | 11:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Festival Kuliner Nusantara Marandang 2018 dihelat di Gelora Bung Karno Jakarta, awal bulan ini. Ada sejumlah catatan menarik yang layak diperhatikan. Salah satunya, penetapan 5 pusaka kuliner daerah sebagai ikon kuliner Indonesia oleh Kementerian Pariwisata Republik Indonesia. Kelima masakan itu: rendang, gado-gado, soto, nasi goreng, dan satai. Terpilihnya rendang disambut hangat oleh Kepala Badan Penghubung Provinsi Sumatera Barat, Andre Setiawan.

Menurut Andre, rendang bukan sekadar masakan melainkan teknik pengolahan. Ia bagian dari adat, budaya, dan kehidupan sosial masyarakat Sumatra Barat. "Jenis rendang atau randang mencapai 400. Ini berhubungan dengan fungsi dan dalam momen apa ia disajikan. Misalnya, rendang untuk acara batagak pangulu (penobatan penghulu) beda dengan rendang buat acara sunatan. Rendang untuk pesta beda dengan rendang yang Anda santap di acara pernikahan," ulas Andre.

Lebih lanjut Andre menjelaskan, rendang bukan nama makanan melainkan proses memasak daging dari gulai menjadi rendang yang air telah mengering. Rendang kini menjadi milik bersama masyarakat Indonesia. Terbukti setiap daerah sudah mengadopsi rendang berdasarkan kearifan lokal masing-masing. Fenomena ini disyukuri Ketua Tim Percepatan Belanja dan Kuliner Kementrian Pariwisata RI, Vita Datau.

Kepada tabloidbintang.com, Vita menjelaskan terpilihnya rendang bersama 4 pusaka kuliner lain sebagai ikon kuliner Indonesia disertai sejumlah alasan kuat. Pertama, aspek popularitas. Rendang misalnya, telah mendapat pengakuan dari stasiun televisi berita kelas dunia, CNN. Kedua, ada cerita menarik di balik makanan yang tersaji. Ketiga, mudah didapatkan di restoran diaspora di luar negeri. Alasan lain, kelima makanan ini mampu mewakili berbagai daerah di Indonesia.

"Saya senang rendang, gado-gado, satai, soto, dan nasi goreng mewakili Indonesia. Jangan sampai negara tetangga mengklaim. Masyarakat kita, tuh karakternya kalau ada yang mengklaim baru geger. Kalau belum ada yang mengklaim, belum ada kesadaran merawat dan melestarikan," ujar Vita.

Terkait standarisasi soal cita rasa kelima masakan tadi, Vita mengakui agak sulit. "Orang Jawa kalau bikin rendang, cita rasanya agak manis. Di daerah lain maunya daging yang direndang harus berwarna cokelat, lebih pedas, dan banyak bawangnya. It's oke, enggak apa-apa."

Lebih jauh, Vita berharap, masyarakat Indonesia makin mencintai pusakan kuliner negeri sendiri mengingat, banyak tokoh publik dari luar negeri yang menggandrungi masakan Indonesia. Tahun lalu, Vita bertemu juru masak ternama (almarhum) Anthony Bordain. Vita bertemu Anthony saat menghadiri festival makanan jalanan di Manila, Filipna.

"Saya ingat betul awal tahun lalu, Anthony bilang kepada saya begini, 'Kamu bilang ke pemerintah kamu, tuh. Segera daftarkan rendang ke UNESCO sebelum diklaim negara lain.' Dia makan rendang di Bendungan Hilir Jakarta. Saya pikir kita perlu menindaklanjuti saran ini," Vitas menyambung.

Dalam waktu dekat Vita dan timnya akan meluncurkan situs web widiasporarestoran.com yang dipayungi situs indonesia.travel. Situs itu akan memuat daftar 100 restoran diaspora Indonesia dengan menu dan alamat lengkap untuk mereka yang sedang berada di luar negeri dan kangen masakan Indonesia. Diharapkan situs ini bisa juga menjadi semacam kamus daring yang merayu para turis untuk menjajal masakan Indonesia.

"Ke depan, saya berharap rendang bisa berkenala ke banyak negara di dunia. Rendang bisa dikawinkan dengan goreng, burger, mi, roti tawar, dan masih banyak lagi. Saya percaya kelak 5 pusaka kuliner ini bisa mendunia," Vita mengakhiri perbincangan.

Penulis : Wayan Diananto
Editor : Wayan Diananto