Ibu Mendapat Perlakuan Buruk di Kantor, Ini Dampaknya Bagi Anak

Rizki Adis Abeba | 2 Juli 2019 | 23:15 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Seorang atasan memegang peranan penting dalam menjalankan roda bisnis di perusahaan. Lebih dari itu, sifat dan cara atasan memperlakukan para bawahan di kantor ternyata berdampak pada kehidupan pribadi karyawan di rumah.

Menurut penelitian yang dipresentasikan di pertemuan tahunan Asosiasi Psikolog Amerika di California tahun ini, gaya mengasuh anak yang diterapkan seorang ibu bekerja ternyata berkaitan erat dengan perlakuan yang diterimanya di kantor.

Psikolog dari Universitas Carleton Kanada, Kathryne Dupre, menjelaskan, mengabaikan atau merendahkan bawahan, mengambil kredit atas hasil kerja bawahan, melemparkan kesalahan pada bawahan, menghindari atau mengucilkan seseorang dari tim, merupakan contoh perlakuan intimidatif dan semena-mena. Perlakuan itu berdampak besar terhadap kehidupan karyawan baik di kantor maupun di rumah. “Mendapat perlakuan semena-mena dari atasan sangat berkaitan erat dengan performa kerja dan upaya kerja yang rendah, tingkat stres yang lebih tinggi, terganggunya fokus, pengolahan informasi, hingga pengambilan keputusan,” Dupre mengulas.

Para peneliti juga menemukan kaitan antara pengalaman mendapat perlakuan buruk dan kasar di tempat kerja dengan gaya mengasuh anak yang dilakukan seorang ibu bekerja. Tuntutan pekerjaan dan kewajiban sebagai ibu, ditambah tekanan dari atasan memicu stres. Tanpa disadari para ibu melampiaskan emosi mereka kepada anak di rumah. Ini memicu terjadinya interaksi negatif ibu dan anak seperti bersikap acuh, membentak, mengintimidasi, bicara kasar, sehingga terbentuk pola asuh yang ketat dan otoriter.

Tim peneliti melakukan survei daring terhadap 146 ibu bekerja dan pasangan mereka. Para ibu ditanya pengalaman mereka mendapat perlakuan semena-mena dari atasan di tempat kerja dan bagaimana penilaian efektivitas mereka sebagai orang tua di rumah. Sementara suami diminta melaporkan jika melihat perilaku negatif yang ditunjukkan istri mereka. Hasilnya, perlakuan ketat dan otoriter terhadap anak di rumah menjadi dua hal yang paling banyak dilaporkan para suami dari istri yang mengalami tindakan semena-mena di kantor.

Anak Kena Dampaknya

Angela Dionisi, Psikolog dari Universitas Carleton Kanada, yang memimpin penelitian ini mengatakan, penemuan ini mengungkap beberapa cara yang tidak terdokumentasikan sebelumnya bahwa wanita umumnya menderita akibat tekanan di tempat kerja. Saat para ibu yang menerima perlakuan buruk di kantor menghadapi anak di rumah, mereka menjadi ibu yang semena-mena.

Mereka cenderung menerapkan banyak aturan, mengatur segala aspek kehidupan anak, terlalu mengutamakan disiplin, dan mengabaikan kesenangan anak. Orang tua yang otoriter punya ekspektasi yang tinggi terhadap anak-anak. Mereka juga menerapkan aturan yang diharapkan akan dipatuhi anak dalam kondisi apapun. Di saat yang sama, mereka sangat sedikit memberikan umpan balik. Misalnya, memberi pujian atas pencapaian anak.

“Para ibu ini justru lebih sering bersikap kasar dan menghukum anak dengan keras karena kesalahan yang ia buat,” urai Dupre. Orang tua yang otoriter tidak kenal kata maklum atau melihat latar belakang permasalahan lebih dulu saat anak melakukan kesalahan. “Singkatnya, orang tua otoriter biasanya berprinsip: Lakukan semua dengan benar atau hukuman ditegakkan,” imbuh dia.

Pola asuh ketat dan otoriter berpotensi menyebabkan masalah sosial pada anak kelak, seperti rasa percaya diri yang rendah, sulit bergaul serta mengambil keputusan, tidak kreatif, gangguan perilaku, dan depresi. Menurut Asosiasi Psikolog Amerika, anak-anak dari orang tua otoriter kelak merasa tidak diterima oleh lingkungan dan kemungkinan jadi pelaku atau korban perundungan.

Untuk memutus mata rantai ini, para atasan di kantor diharapkan menerapkan kebijakan yang lebih luwes, tidak semena-mena kepada pekerja. Bila ibu mendapat perlakuan semena-mena dari atasan hingga berdampak pada kesejahteraan anak, segeralah mencari solusi. Jangan segan meminta bantuan dari pasangan atau berkonsultasi dengan psikolog.

(riz)

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor : Rizki Adis Abeba