Mengenal dan Merespons Sifat Manipulatif Anak

Rizki Adis Abeba | 12 Oktober 2019 | 06:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Orang tua kerap mengecap anak bersifat manipulatif kala melontarkan alasan yang tidak masuk akal. Seperti tiba-tiba mengantuk ketika disuruh membereskan mainan atau lelah berlebihan saat baru disuruh berjalan sebentar. Namun bisa jadi, anak hanya bersikap menjengkelkan supaya keinginannya terkabul. Lantas, bagaimana cara membedakan kedua sifat anak itu?

Mendeteksi

Anak yang manipulatif mampu mengontrol perilaku orang lain dan memprediksi reaksi orang lain terhadap perbuatan mereka. Namun umumnya perkembangan anak belum sampai pada tahap tersebut. Profesor psikologi asal Universitas Yale, AS, Dr. Alan Kazdin menjabarkan kebanyakan perilaku anak hanyalah tingkah menyebalkan demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dikenal pula dengan istilah “hadiah yang tidak disengaja”. Artinya, perilaku orang tua yang memenuhi keinginan anak demi menghindari perilaku menjengkelkan anak atau menjauhkan anak dari tantrum.

Perilaku anak disebut manipulatif ketika anak berdebat atau terus mengeluh tentang semua hal yang menyangkut peraturan dan tanggung jawab. Anak akan terus-menerus mengalihkan perhatian orang tua dari kenyataan dengan pertanyaan mengapa. Anak akan menghadap orang tua dengan berbagai alasan mengapa mereka tidak perlu, tidak harus, dan tidak bisa melakukan sesuatu. Atau anak beralasan mengapa suatu peraturan sangat bodoh, tidak adil, atau tidak penting.

Bukan tidak mungkin, anak juga akan menipu orang tua dengan berjanji macam-macam, berbohong, membuat alasan, menunda-nunda sampai bernegosiasi. Segala cara diusahakan hingga orang tua menyerah dan anak memperoleh keinginannya.

Sudut Pandang Lain dan Solusi

Dr. Susan Rutherford, psikolog klinis asal Denver, Colorado, AS, menyebut kemampuan manipulasi pada anak merupakan insting alami. "Anak belajar untuk mendapat respons tertentu dari orang tua sejak usia sangat muda. Biasanya tidak sebelum 15 bulan, namun beberapa anak dapat memahami dinamika ini dengan sangat cepat," beri tahu Susan. Misalnya, orang tua selalu berusaha memenuhi apa pun yang diinginkan anak saat mereka menangis. Respons orang tua ini akan dimanfaatkan anak untuk menarik perhatian dan mendapatkan keinginannya.

Di sisi lain Alan mengingatkan adanya peran orang tua membentuk perilaku anak dalam merespons situasi. "Anak-anak tidak memanipulasi kita, mereka hanya mengekspresikan apa yang telah kita latih mereka untuk dilakukan," Alan berpendapat.

Kebanyakan orang tua menilai sifat manipulatif sebagai hal negatif. Namun Debbie Pincus, MS LMHC, konselor kesehatan mental dari AS mengajak para orang tua melihat dari sudut pandang lain. Kebanyakan anak belum bisa membuat keputusan, sedangkan anak manipulatif punya inisiatif dan semangat mewujudkan keinginan. “Kualitas anak ini bisa membawa dampak positif jika orang tua bisa mengarahkan anak, menyeimbangkannya dengan pengendalian diri dan pemahaman batasan-batasan tertentu. Wajar bila anak mampu memanipulasi. Yang patut diwaspadai adalah ketika anak terbiasa bersikap manipulatif,” jelas penulis buku seri “The Calm Parent AM & PM” ini.

Dengarkan dan pertimbangkan keinginan anak. Beri tanggapan yang jujur terkait permintaan mereka tanpa harus selalu menuruti mereka. “Jika anak paham bahwa mereka bisa langsung mengutarakan apa pun kepada orang tua, kemungkinan anak tidak akan berusaha mendapatkan keinginannya secara tidak langsung (dengan manipulasi),” ujar Debbie.

Menghadapi sifat manipulatif anak, orang tua harus punya persiapan. “Catat daftar kata dan perilaku anak yang sengaja membuat Anda bimbang serta daftar tiga pemicu utama Anda bimbang dalam bersikap. Pemicu itu bisa berupa intonasi, tatapan, hingga aksi anak. Kemudian, siapkan cara bersikap menghadapi perilaku-perilaku itu,” imbuh Debbie.

(yuriantin)

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor : Rizki Adis Abeba