Ladies, Ini Dia Cara Membedakan Sikap Ramah dan Murahan

Wida Kriswanti | 7 Desember 2019 | 06:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Orang yang ramah tentu menyenangkan. Di dunia kerja, keramahan bahkan dapat mendukung kelancaran pekerjaan. Tapi, khususnya wanita, ramah harus dibarengi sikap kehati-hatian. Jangan sampai terpeleset jadi ramah yang murahan. Duh!

“Kebanyakan orang sering merasa bingung, bias, dalam membedakan mana yang ramah dan mana yang 'murahan'. Sehingga sering orang ramah dianggap murahan, atau sebaliknya, menilai yang murahan sebagai keramahan semata,” buka Anggia Chrisanti, konselor dan terapis di Biro Konsultasi Psikologi Westaria. “Mungkin serupa, tapi jelas tidak sama. Ada beberapa hal prinsip yang membuat keduanya berbeda,” tegasnya.

Ramah itu tidak pakai niat

>> Ramah berasal dari hati (yang baik, tulus, dan halus) yang tanpa disertai niat. Muncul begitu saja, terpancar dari bahasa (tutur kata, intonasi), pemikiran yang positif, bahasa tubuh (ekspresi, gestur), dan perilaku. Menjadi salah ketika ada perkataan, “padahal saya sudah berusaha bersikap ramah, atau, “saya, sih cuma ramah saja”. Karena orang ramah bahkan sering tidak sadar, apalagi melabeli kalau dirinya ramah. Ramah juga tidak perlu diusahakan atau diperjuangkan. Bahkan ramah bisa dibilang bukanlah sikap (red: sikap adalah kecenderungan berperilaku).

Murahan itu pakai niat

>> Ingin dianggap ramah, ingin dianggap baik, ingin banyak yang suka, naksir, flirting. Hingga kemudian membuat skenario, berusaha menjadi orang yang ramah. Karena dibarengi niat tertentu, maka biasanya terasa palsunya. Misalnya, “saya ini orang yang ramah, lho”.

Ramah tidak ada hubungannya dengan fisik (sama sekali)

>> Sekali lagi, bahkan jika hanya mendengar suaranya, orang yang mendengar akan dapat merasakan ketulusan. Walau hanya membaca tulisannya, akan terasa kebaikannya. Orang yang ramah, dapat dipastikan menarik, walau belum tentu cantik atau tampan.

Murahan biasanya memanfaatkan hal-hal yang sifatnya fisik

>> Menonjolkan kelebihan fisiknya, bahkan sekadar rambut yang sengaja digerai-gerai atau disibakkan, dipilin-pilin atau dimainkan, atau lesung pipi yang sebisa mungkin selalu terlihat. Pundak, payudara, punggung, lengan, leher, pinggang, betis, dan apapun itu, termasuk mata, betul-betul (dengan niat) ditonjolkan kepada setiap orang, pada setiap kesempatan. Maka yang “murah” ini baru akan terlihat “ramah” hanya jika bertatapan atau bertemu langsung. Andaipun berusaha menonjolkan dalam perkataan atau suara, maka yang keluar adalah kesan “sok imut”.

Ramah itu tidak bergantung pada apa pun

>> Sebut saja, ramah itu “bawaan bayi”. Kepada siapa pun, di manapun, dalam kondisi apapun (senang, susah, suka, duka), sejak bayi merah sampai kakek atau nenek renta, orang ramah akan selalu ramah. Biasanya kehadirannya atau kelahirannya memang diharapkan oleh orang tuanya. Dia pun tumbuh dalam keluarga dan lingkungan yang positif dan kondusif, sehingga persepsinya adalah dunia ini indah. Kecerdasannya berkembang cukup matang. Moral spiritual terangkai dalam kehidupannya. Jadi apapun dia, sebagai apapun dia, dia tetap dirinya. Bahagia atas dirinya, bersyukur atas kehidupannya.

Murahan adalah hampir semua kebalikannya

>> Semua hal yang berkebalikan dari poin sebelumnya.

Penulis : Wida Kriswanti
Editor : Wida Kriswanti