Sudah Dewasa, Kok Masih jadi Korban PHP Cinta?

aura.co.id | 25 September 2020 | 06:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Pernikahan, dibandingkan laki-laki, bisa dibilang lebih menjadi impian wanita. Akan tetapi, saking mengejar impian menikah, banyak wanita menjadi tidak fokus, terutama dalam hal paling mendasar. Yakni, memilih calon pendamping yang tepat dan benar bisa membawa mereka ke jenjang pernikahan.

Tidak sedikit kaum hawa yang justru terjebak atau hanya menjadi korban PHP atau pemberi harapan palsu. Dikelilingi banyak laki-laki pilihan, namun tidak ada yang bisa dipegang.

Dan cukup banyak korban adalah mereka yang sudah berusia dewasa. Duh! 

“Bahkan kasus PHP pada orang-orang dewasa disertai modus yang lebih 'cantik' dan dengan manuver yang lebih luar biasa,” buka Anggia Chrisanti, konselor dan terapis dari Biro Konsultasi Psikologi Westaria.

“Jadi hanya karena merasa sudah dewasa, bukan berarti aman dari risiko PHP. Jangan-jangan malah kita salah satu korbannya?” 

Berikut ini ciri-cirinya yang diuraikan Anggia:

1. Korban PHP tidak sengaja 

Anggia menjelaskan, dalam cukup banyak kasus, laki-laki memang sering menjadikan dirinya sebagai pelaku PHP. Sengaja ataupun tidak. Namun alasan yang biasanya terjadi adalah karena laki-laki cenderung lebih labil dibanding wanita yang lebih cepat matang dalam menjalani sebuah hubungan atau komitmen. Maka anggaplah awalnya hubungan yang terjadi antara seorang laki-laki dan wanita ini saling tertarik dan saling nyaman. Akan tetapi, di tengah perjalanan, laki-laki kemudian merasa belum siap untuk terikat dan berkomitmen (walaupun sekadar 'pacaran').   

“Penyebabnya bisa macam-macam. Salah satunya pendapat yang menyatakan boys will always be boys. Ketika menjalani hubungan yang mulai serius, laki-laki kemudian mulai merasa terkenang kebebasannya, misalnya untuk bermain atau berkumpul dengan teman-teman atau sekadar menjalankan hobinya,” kata Anggia. “Di sinilah kemudian, mungkin tanpa niat sengaja, hubungan tanpa status yang tengah dijalani menjadi jalan di tempat. Untuk mengakhiri dan atau menyatakan dengan tegas untuk tidak melanjutkan ke arah serius pun tidak mungkin atau tidak berani. Akhirnya, menggantung dan malah memberi harapan palsu,” papar Anggia. 

2. Korban PHP sengaja 

Hati-hati, tidak semua laki-laki senaif seperti digambarkan dalam model kasus PHP pertama. Kebanyakan justru yang memang sejak awal punya niat PHP. Caranya, dengan selalu baik kepada semua wanita atau yang memang punya tujuan-tujuan tertentu. Mulai dari memanfaatkan kedekatan atau kenyamanan, hingga sexual thing dan atau financial thing. “Ada, banyak,” kata Anggia. 

3. Wanita PHP, penerima harapan palsu 

Ini banyak yang terjadi tanpa disadari. Alih-alih selalu menyalahkan laki-laki sebagai pelaku PHP dan wanita sebagai korbannya, ini malah wanitanya sendiri yang memosisikan diri sebagai penerima harapan palsu. “Karena kalau hanya curiga, belum tentu laki-lakinya benar pelaku PHP. Mungkin wanita inilah yang secara sadar atau tidak, menempatkan diri dalam posisi penerima harapan palsu. Biasanya terjadi pada mereka yang punya kecenderungan dependen atau tidak mandiri, bisa dalam hal emosi, perilaku, atau finansial,” ujar Anggia. 

Karena tidak mandiri inilah membuat mereka menjadi mudah dekat atau mudah percaya pada laki-laki yang besedia ada untuknya, sesuai kebutuhannya. Misal, laki-laki yang sekadar rajin menyapa melalui aplikasi chatting, laki-laki yang selalu mau jadi tempat curhat, laki-laki yang siap antar-jemput, laki-laki yang mau membayari ini-itu, dan lainnya. 

Atau bisa juga dialami wanita-wanita yang tidak punya rasa percaya diri cukup baik. Yang percaya dirinya mampu, dirinya bisa, dirinya kaya, dirinya baik, atau dirinya cantik. “Sehingga bantuan (gombalan, modus, PHP-an) dari laki-laki yang biasa saja sudah bisa membuat hatinya luluhlantak. Sekadar disebut cantik saja sudah melambung hatinya. Akhirnya, ujung-ujungnya, berharap besar padahal laki-laki ini hanya PHP,” pungkas Anggia. 

Semoga Anda bukan salah satunya, ya. 

 

 

Penulis : aura.co.id
Editor : aura.co.id