Body Shaming dan Mengapa Kita Melakukannya

Wida Kriswanti | 6 Agustus 2016 | 09:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Istilah body shaming ramai diperbincangkan setelah apa yang menimpa Jennifer Aniston sekitar dua pekan lalu.

Ia ditampilkan oleh sebuah media di sampul depan, namun dengan cara cenderung mempermalukan. Perutnya yang nampak membuncit “diobservasi secara jurnalistik”. 

Pemeran Rachel dalam serial Friends ini diyakini hamil—padahal belum seorang pun mengonfirmasi langsung kepadanya.

Merasa terganggu, Jennifer menyatakan sikap lewat sebuah surat terbuka yang dimuat laman The Huffington Post. Pesannya jelas, hentikan body shaming terhadap wanita!

Body shaming bukan sesuatu yang baru. Anna Margaretha Dauhan, psikolog klinis dewasa dari Pusat Informasi dan Konsultasi Tiga Generasi, menjelaskan, ini sudah terjadi sejak lama. Bahkan mungkin tanpa sadar kita sering melakukannya.

“Secara sederhana, body shaming dapat diartikan sebagai sikap atau perilaku yang negatif terhadap berat badan, ukuran tubuh, dan penampilan seseorang,” buka Anna.

“Seseorang bisa melakukan body shaming terhadap orang lain maupun dirinya sendiri.”

Persepsi yang tidak efektif akan bentuk fisik seseorang adalah penyebab utama seseorang melakukan body shaming. Seperti mengidolakan bentuk tubuh ideal tertentu dan mengaitkannya dengan karakter positif tertentu.

“Padahal setiap orang memiliki bentuk dan berat tubuh idealnya masing-masing. Tidak harus sama,” tegas Anna.

Selain itu, karena ukuran dan bentuk tubuh adalah hal yang paling mudah terlihat dari seseorang. Apabila ada sesuatu yang tidak disukai dari seseorang, penampilan fisik pun menjadi sasaran tembak untuk melampiaskan rasa tidak suka atau bahkan frustrasi.

“Dengan melakukannya, paling tidak, membuat dirinya (orang yang frustrasi itu) merasa lebih baik mengenai kondisi dirinya sendiri,” Anna bilang. 

Dampak body shaming tidak main-main. Korban bisa jadi malu sehingga ingin memperbaiki citra dirinya.

“Korban bisa saja melakukan crash diet yang tidak sehat. Tujuannya semata memperbaiki bentuk tubuh, bukan untuk kesehatan,” ungkap Anna.

Sedangkan secara psikologis, body shaming dapat mengarah pada konsep diri yang negatif, perasaan tidak berharga, bahkan depresi.

“Pada kondisi yang lebih ekstrem, body shaming dapat memicu timbulnya eating disorder seperti bulimia atau anoreksia nervosa yang dapat berakibat buruk atau bahkan fatal bagi kesehatan,” pungkasnya. 

(wida/gur)

Penulis : Wida Kriswanti
Editor : Wida Kriswanti