Dating Apps, Aplikasi Cari Jodoh yang Bikin Susah Cari Jodoh

Ari Kurniawan | 16 Oktober 2024 | 05:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Sejak Tinder muncul pada 2012, cara orang mencari jodoh perlahan-lahan berubah. Tidak perlu repot keluar rumah dan memikirkan seribu satu cara mengajak kenalan. Sambil rebahan, lihat foto-foto lawan jenis di Tinder, swipe kiri kalau kurang oke, dan swipe kanan kalau dirasa cocok.

Setelah itu tinggal kenalan di chatting. Kalau lancar, mereka bisa kencan di akhir minggu nanti. Menurut Coach Kei Savourie, relationship coach dari kelascinta.com yang sudah lebih dari 16 tahun membantu ribuan klien mengatasi masalah percintaan, memakai dating apps justru mempersulit cari jodoh. 

"Memang dating apps bikin proses kenalan jadi lebih praktis. Anda bisa kenalan dengan ratusan orang secara mudah. Tapi itu kelemahannya, semakin banyak opsi kenalan, justru semakin bingung memilih mana yang terbaik. Ini disebut
sebagai paradox of choice."

Paradox of choice adalah konsep yang menyatakan bahwa ketika manusia punya pilihan, dia akan merasa bahagia karena punya kontrol atas keputusannya.

Tapi bila terlalu banyak pilihan malah membuat orang merasa kewalahan, cemas, dan akhirnya kurang puas dengan keputusan yang dibuat. Konsep ini dipopulerkan oleh psikolog Barry Schwartz dalam bukunya The Paradox of Choice: Why More Is Less. Dalam bukunya, Schwartz menjelaskan bahwa ketika dihadapkan pada terlalu banyak pilihan, seseorang mungkin:

1. Menunda keputusan karena sulit untuk memilih di antara begitu banyak pilihan.
2. Merasa cemas bahwa mungkin membuat pilihan yang salah.
3. Merasa kurang puas dengan pilihan yang dibuat, karena membayangkan ada pilihan lain yang lebih baik.

Di dating apps yang penuh pilihan, seseorang jadi takut mengambil keputusan karena setiap keputusan terasa seperti taruhan besar. Akhirnya memilih untuk tidak memilih, terus scrolling dan swipe, tapi tidak pernah benar-benar maju
Paradox of choice mengakibatkan banyak orang memperlakukan orang lain seperti barang sekali pakai--siap ditinggal kapan saja kalau tidak sesuai ekspektasi.

Ghosting jadi dianggap wajar. Setelah swipe kanan, chatting sebentar, merasa obrolannya tidak cocok sedikit, lalu ghosting tanpa rasa bersalah. Ketika semua orang berpikir begitu, hubungan jadi tidak ada nilainya.

Untuk menghindari paradox of choice, Coach Kei Savourie menyarankan, "Berhenti swipe saat sudah  ketemuan dengan dua atau tiga orang. Fokus untuk mengenal mereka lebih dalam dan lebih sering ketemu. Beri kesempatan untuk kencan dua sampai tiga kali. Jangan langsung ghosting kalau baru menemukan sedikit ketidakcocokan."

Ketika pilihan dibatasi, seseorang jadi lebih fokus untuk mengenali dan menghargai kualitas calon pasangannya. Sedikit ketidakcocokan tidak akan jadi masalah karena kualitasnya lebih menonjol. Jika sering menghabiskan waktu dengan orang yang sama, perlahan-lahan akan muncul keakraban dan rasa nyaman sehingga menciptakan keterikatan emosional. Inilah yang disebut dengan jatuh cinta.

Coach Kei Savourie juga menambahkan, "Prinsip yang selalu saya ajarkan di kelascinta.com bahwa cinta adalah hasil investasi. Dalam hubungan yang sehat, cinta berkembang jika Anda aktif berinvestasi waktu dan emosi untuk seseorang. Jadi kalau terlalu cepat ghosting, Anda tidak memberikan waktu untuk cinta tumbuh di hati Anda."

Selama bijak digunakan, dating apps akan mempermudah seseorang untuk menemukan pasangan yang sesuai. Di dunia yang penuh pilihan, keberanian untuk mencoba mengenal orang lain lebih dalam adalah langkah tepat menemukan hubungan yang bahagia.

Penulis : Ari Kurniawan
Editor : Ari Kurniawan