Mengenal Kanker Darah Lebih Dekat
TABLOIDBINTANG.COM - Presiden Republik Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, menyampaikan kabar sedih. Istrinya, Ani Yudhoyono, kini dirawat di Singapura akibat kanker darah.
Momen ini menyadarkan khalayak, kanker masih menjadi ancaman mematikan. Ada pula yang menyebut kanker darah lebih mengerikan karena tidak mengenal istilah stadium. Benarkah?
Dr. dr. Cosphiadi Irawan, Sp.PD, KHOM, dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta menjelaskan, di AS dan Eropa, kanker penyebab kematian nomor 2.
Di Indonesia, dari peringkat ke-13, kanker kini bertengger di urutan ke-4 berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun lalu. Ia hanya kalah pamor dari strok, jantung, dan infeksi. Kanker terbentuk karena sel tubuh mengalami perubahan wujud dan fungsi. Saat ini, ada sekitar 100 jenis kanker termasuk kanker darah.
“Ada 3 jenis sel darah, yakni darah merah, darah putih, dan trombosit. Kalau darah putih mengalami perubahan bentuk dan fungsi, lalu posisinya berada di getah bening, disebut limfoma non-Hodgkin. Jika sel darah putih menjelma menjadi sel plasma (sel yang bertugas memproduksi antibodi untuk melawan infeksi jamur, virus, dan lain-lain), itu disebut mieloma multipel. Yang terkenal memang leukemia,” ujar Cosphiadi di Jakarta, pekan lalu.
Kanker darah disebabkan banyak faktor, hampir semuanya berhubungan dengan gaya hidup. Cosphiadi menyebut, 1 dari 3 penderita memiliki gaya hidup yang buruk seperti merokok, mengalami obesitas, mengonsumsi makanan rendah serat, dan terkontaminasi bahan petrokimia dari lingkungan sekitar. Anggapan kanker darah lebih mengerikan karena tidak kenal stadium tak sepenuhnya tepat.
“Limfoma non-Hodgkin dan mieloma multipel memiliki stadium. Limfoma non-Hodgkin yang kronis terdiri dari 5 stadium. Pada stadium 0, leukositnya tinggi. Stadium 1, terjadi leukositosis dan kelenjar getah beningnya meninggi. Stadium 2, terjadi pembengkakan hati dan limfa. Memasuki stadium 4, kadar hemoglobin dan trombositnya anjlok,” Cosphiadi membeberkan.
Khusus untuk leukemia dibagi dua, akut dan kronis. Yang akut tak punya stadium, yang kronis ada stadiumnya. “Untuk melacak perkembangan leukemia akut, kita harus mengecek berapa persen jumlah sel leukemia di area sumsum tulang belakang kemudian menentukan tindakan medis yang tepat buat pasien,” ia menyambung.
Jika pasien dinyatakan sembuh dari kanker, jangan senang dulu. Cosphiadi mengingatkan, mereka yang dinyatakan sembuh harus melewati beberapa pengecekan. Pertama, secara klinis tubuh harus dinyatakan bersih, tanpa tumor. Kedua, secara laboratorium, penanda tumornya dinyatakan normal. Ketiga, hasil pindai PET dan pindai CT menyatakan tubuh pasien bersih dari sel kanker minimal 4 minggu. Lulus tiga pengecekan ini, pasien mendapat remisi lengkap dari dokter.
“Setelah itu pasien harus rutin melakukan pemeriksaan berkala. Pemeriksaan berkala sangat penting. Berdasarkan pengalaman saya, ada sel kanker yang kambuh setelah 3 tahun, 5 tahun, bahkan 20 tahun. Bisa jadi karena sel kanker yang semula tidur, aktif lagi. Fenomena ini disebut minimal residual disease, yakni sel-sel yang tidur terbangun lalu bertingkah agresif,” Cosphiadi mengakhiri perbincangan.
(wyn / gur)