Imunoterapi Tingkatkan Angka Kesintasan Pasien Kanker Paru-paru Hingga 6 Bulan!
TABLOIDBINTANG.COM - Kanker dan imunoterapi bagai dua sisi mata uang. Dalam tiga tahun terakhir, euforia imunoterapi membesar. Imunoterapi adalah terobosan terbaru dalam pengobatan kanker menggunakan sistem kekebalan tubuh pasien untuk melawan sel-sel preman. Konsultan Hematologi dan Onkologi Medik dari MRCCC Siloam Hospitals Jakarta, dr. Jeffry B. Tenggara, Sp.PD, KHOM, menjelaskan, tubuh memiliki sel T yang merupakan bagian darah putih.
"Darah putih bertugas melawan musuh. Ia bagaikan tentara dalam tubuh. Sel darah putih punya banyak komponen antara lain limfosit, basofil, dan fagosit. Yang berperan melawan kanker adalah sel limfosit T dan sel NK. Tapi, kadang kekebalan kita tidak cukup kuat untuk melawan kanker. Awalnya kekebalan tubuh dapat membasmi sel kanker sebelum mereka berkembang lebih lanjut," terang Jeffry kepada tabloidbintang.com di Jakarta, pekan ini.
Seiring waktu, sel-sel kanker bertumbuh makin cepat hingga kekebalan tubuh tak dapat mengimbangi sepak terjang mereka. Beberapa jenis kanker diketahui memiliki mekanisme untuk menghancurkan sel limfosit T. Prinsip imunoterapi, kata Jeffry, memanfaatkan mekanisme kekebalan sel tubuh kita sendiri untuk melawan kanker. Ada beberapa jenis metode imunoterapi, yaitu check point inhibitors (CPI), cytokine induced killer cell, dan vaksin.
Saat ini immunoterapi yang banyak dipakai CPI yang salah satunya, adalah anti PD-1. Mekanisme kerja anti-PD1, mencegah kematian sel limfosit T yang diserang kanker. "PD-1 bagian sel T limfosit. Tugasnya menginduksi program pematian sel, dalam hal ini sel kanker. Secara alami, tubuh memiliki mekanisme untuk meredakan PD-1 karena bila aktivitasnya berlebih, justru berdampak buruk bagi tubuh," Jeffry mengulas.
Itu sebabnya, beberapa sel tubuh dirancang memiliki PD-L1 dan PD-L2. Bila PD-1 berikatan dengan ligan PD-L1 atau PD-L2, sel T menjadi tidak aktif, sehingga tidak muncul reaksi berlebih. Sayang, sel kanker tak kalah cerdas. Mereka dapat meniru mekanisme ini. Beberapa jenis kanker bahkan mengembangkan ligan PD-L1 dan atau PD-L2 pada permukaannya untuk meredam aktivitas sel T. Dengan demikian mereka dapat menyembunyikan diri dari kejaran sistem imun.
Hadirnya anti PD-1 memberi pilihan terapi lebih banyak khususnya bagi pasien kanker paru-paru. Dr. dr. Andhika Rachman, Sp.PD-KHOM dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta menyatakan, "Pemberian obat ini meningkatkan progression-free survival (PFS) hingga enam bulan. PFS adalah masa selama kanker tidak berkembang. Ini menjanjikan, mengingat angka kesintasan pasien kanker paru-paru sangat rendah."