Pengukuran Tekanan Darah Sendiri di Rumah Membantu Mencegah Stroke
TABLOIDBINTANG.COM - Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi yang dibuat oleh Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) tahun 2019, menyebutkan bahwa seseorang terdiagnosis hipertensi apabila Tekanan Darah Sistolik ≥ 140 mmHg dan atau Tekanan Darah Diastolik ≥ 90 mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan.
dr. Eka Harmeiwaty, SpS, dokter spesialis saraf (Neurologist) menjelaskan, banyak pasien maupun keluarganya bertanya mengapa pasien hipertensi meskipun sudah taat dalam pengobatan namun tetap terkena stroke.
"Menurut saya banyak penyebabnya antara lain adalah variasi tekanan darah. Dalam keseharian tekanan darah bervariasi, karena dipengaruhi oleh pola sirkadian. Aktivitas fisik dan keadaan emosional juga akan mempengaruhi variasi tekanan darah. Lonjakan tekanan darah yang terjadi di tengah malam atau dini hari dan tekanan darah yang tinggi di pagi sering terjadi dan merupakan risiko terjadinya stroke,” ujarnya.
“Variasi tekanan darah tidak bisa diketahui hanya dengan pemeriksaan rutin atau kunjungan sesekali ke Dokter. Pasien hipertensi dihimbau melakukan pengukuran tekanan darah yang dilakukan sendiri di rumah yang disebut Pengukuran Tekanan Darah di Rumah (PTDR). PTDR sangat mudah dilakukan apalagi menggunakan alat ukur digital. Selain untuk
mengetahui variasi tekanan darah, PTDR sangat berguna untuk menegakkan diagnosis hipertensi, terutama untuk mendeteksi hipertensi jas putih atau hipertensi palsu, dan deteksi hipertensi terselubung,” lanjutnya.
Hipertensi palsu ditandai dengan tingginya tekanan darah pada pengukuran di klinik atau rumah sakit, namun pada hasil PTDR rerata tekanan darahnya normal yaitu ≤ 135/85 mm Hg. Batasan untuk hipertensi dengan PTDR memang lebih rendah dibandingkan pengukuran di klinik. Hipertensi terselubung adalah keadaan di mana tekanan darah normal saat diukur di klinik, namun pemantauan di rumah rerata tekanan darahnya 135/85 mmHg. Hipertensi terselubung ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan risiko stroke dan komplikasi seperti gagal jantung dan gagal ginjal.
PTDR dapat digunakan untuk memantau tekanan darah pada pasien hipertensi yang mendapat pengobatan maupun tidak; menilai efektivitas pengobatan, dan sebagai dasar penyesuaian dosis. Dengan melakukan PTDR diharapkan kesadaran pasien akan kesehatannya meningkat sehingga kepatuhan untuk konsumsi obat juga membaik.
"Dalam upaya pencegahan stroke, target tekanan darah pagi hari dengan PTDR adalah 135/85 mmHg. PTDR sebaiknya dilakukan pada pagi dan malam hari. Pada pagi
hari dilakukan 1 jam setelah bangun tidur, pasien telah buang air kecil, sebelum sarapan dan sebelum minum obat. Bila melakukan olah raga harus beristirahat dulu selama 30 menit. Sedangkan pada malam hari pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum tidur. Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal 2 kali setiap pemeriksaan dengan interval 1-2 menit. Untuk diagnosis hipertensi diambil dari rerata dari hasil pengukuran kedua pemeriksaan dalam waktu minimal 3 hari atau lebih (sangat dianjurkan selama 7 hari) yang berurutan.
"Pengukuran pada hari pertama diabaikan dan tidak masuk dalam perhitungan. Selama pengukuran yang bersangkutan tidak boleh berbicara atau mengobrol dan sangat dianjurkan menggunakan alat pengukur yang tervalidasi. Pengukuran dilakukan di lengan, bukan di pergelangan tangan kecuali untuk orang dengan obesitas, bila tidak tersedia ukuran cuff yang sesuai,” ujarnya dalam rilis yang kami terima.
Pengendalian hipertensi sangat penting dilakukan untuk menghindari terjadinya stroke serta mencegah stroke berulang (prevensi sekunder). Perlu diketahui bahwa 25% stroke yang terjadi merupakan stroke berulang. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian obat anti hipertensi secara bermakna dapat mengurangi risiko stroke dan stroke yang berulang untuk pasien pasca stroke dengan tekanan darah 140/90 mmHg.
Ada beberapa golongan obat antihipertensi yang direkomendasikan untuk pencegahan stroke primer ataupun sekunder karena dapat mengurangi variasi tekanan darah dan bekerja dalam 24 jam atau lebih, diantaranya adalah golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Salah satu obat yang termasuk golongan CCB untuk mencegah stroke adalah Nifedipine dengan teknologi OROS. Dengan teknologi Osmotic Controlled Release Oral Delivery System (OROS), obat cukup diminum satu sehari dan pelepasan dosis obat stabil selama 24 jam.