Anak Hobi Mengisap Jempol, Pahami Risikonya Bagi Kesehatan

Rizki Adis Abeba | 29 Agustus 2019 | 19:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Mengisap jempol menjadi salah satu topik perdebatan di kalangan orang tua. Sebagian memandang mengisap jempol sebagai bagian alami dari pertumbuhan anak, sebagian menganggap itu kebiasaan buruk. Mana yang benar?

Perlu diketahui, mengisap jempol merupakan insting natural bayi untuk menenangkan diri. Faktanya, bayi mulai mengisap jempol semenjak mereka di dalam kandungan. “Mengisap jempol adalah kebiasaan wajar dan bermanfaat bagi bayi,” kata Linda Goldstein, MD, dokter spesialis anak di Chevy Case, Maryland, Amerika. “Hal itu membuat anak merasa nyaman dan menghibur mereka.”

Sejumlah 75 persen bayi di seluruh dunia melewati masa mengisap jempol pada tahun pertama kehidupan. Bayi mengisap jempol ketika bosan, lelah, atau kecewa. Adalah hal yang umum ketika mengisap jempol diikuti kebiasaan lain seperti memutar-mutar rambut, memegang daun telinga, atau meremas-remas ujung selimut.

Umumnya orang tua khawatir kebiasaan mengisap jempol mempengaruhi pertumbuhan gigi anak, membuat gigi anak tumbuh tidak rata atau cenderung maju. Ini mitos! Asosiasi Dokter Gigi AS memastikan, mengisap jempol tidak memengaruhi struktur gigi anak, dengan catatan gigi anak masih gigi susu atau bukan gigi permanen.

Orang tua tidak perlu khawatir jika anak mengisap jempol selama di rentang usia yang tepat. Kebiasaan mengisap jempol sendiri pada umumnya akan menurun seiring bertambahnya usia anak. Yang perlu diwaspadai, jika kebiasaan ini tidak juga hilang setelah anak melewati masa balita.

Membantu Anak Berhenti Mengisap Jempol

Setelah anak melewati masa balita, kebiasaan mengisap jempol membawa sejumlah risiko kesehatan fisik dan psikologis. Konstruksi gigi yang mulai lengkap dapat melukai dan menyebabkan iritasi pada kulit jari. Di samping itu, kondisi jari dan kuku yang tidak bersih bisa menyebabkan tubuh terkontaminasi kuman dan bakteri lewat mulut, bahkan menyebabkan infeksi.

Dampak kebiasaan mengisap jempol pada anak di atas 5 tahun juga berpengaruh pada perkembangan kemampuan bicara anak. Posisi lidah dan mulut biasa dipenuhi ibu jari, anak sulit melafalkan bunyi-bunyi tertentu. “Beberapa anak mengalami kendala dalam berbicara, yaitu masalah dalam mengucapkan huruf S dan bunyi-bunyi lain yang membutuhkan gerakan lidah,” kata Forrest Umberger, PhD, profesor pendidikan dan gangguan komunikasi khusus dari Universitas Negeri Valdosta di Georgia, AS.

Dari aspek psikologis, kebiasaan mengisap jempol yang kebablasan membuat anak bisa menjadi korban perundungan. Anak dipandang teman-temannya seperti bayi. Menghentikan kebiasaan yang telah dimulai sejak anak di dalam kandungan memang pekerjaan sulit dan butuh dukungan banyak pihak. Perlu diingat, menghukum atau mempermalukan anak tidak akan menghentikan kebiasaan ini – malah akan menurunkan kepercayaan diri dan menambah kegelisahan anak. “Kenyataannya, kebanyakan anak di atas 6 tahun sangat ingin menghentikan kebiasaan itu, namun mereka sangat membutuhkan bantuan orang lain,” beri tahu Goldstein.

Cara untuk menghentikan atau mengikis sedikit demi sedikit kebiasaan mengisap jempol, alihkan perhatian anak. Amati kapan anak sering mengisap jempol. Jika misalnya ketika menonton televisi, alihkan dengan kegiatan pengganti seperti memberikan bola karet atau boneka untuk membuat tangan mereka sibuk. Jika anak melakukannya saat mereka lelah, pastikan waktu tidur siang lebih panjang. Atau jika anak terlihat frustrasi, ajak anak mencurahkan perasaan lewat kata-kata. Kuncinya, ketahuilah kapan dan situasi apa saja yang membuat anak mengisap jempol, lalu berikan kegiatan alternatif dan redakan emosi anak sehingga mereka melupakan keinginan mengisap jempol.

 

 

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor: Rizki Adis Abeba
Berita Terkait