Konsumsi Makanan Cepat Saji Berkaitan Dengan Depresi Pada Anak, Studi Ini Membuktikan
TABLOIDBINTANG.COM - Tingkat kecemasan dan depresi pada anak dan remaja semakin meningkat dewasa ini. Dan makanan yang dikonsumsi anak ternyata memberikan kontribusi pada meningkatnya tingkat gangguan kesehatan mental yang dialami anak dan remaja.
Dalam data yang dirilis Asosiasi Psikolog AS disebutkan bahwa jumlah anak berusia di bawah 12 tahun yang mengalami depresi mengalami peningkatan sebanyak 52 persen selama 12 tahun belakangan. Sedangkan pada remaja dan orang dewasa muda di atas 17 tahun terjadi peningkatan sebanayk 63 persen.
Berdasarkan penelitian terbaru yang dilakukan di Universitas Alabama di Birmingham, AS, ditemukan fakta bahwa anak dan remaja yang mengalami depresi terindikasi banyak mengonsumsi makanan tinggi natrium yang biasanya banyak ditemukan pada makanan cepat saji dan makanan olahan seperti makanan kalengan, makanan beku, dan makanan berpengawet.
Dari 84 anak sekolah menengah yang berpartisipasi dalam penelitian, 95 persen responden merupakan anak-anak dari keluarga menengah ke bawah dan peneliti menemukan kadar natrium yang tinggi dalam sampel urin mereka. Sebaliknya, kadar kalium yang ditemukan dalam sampel urin sangat rendah. Natrium, atau dalam bahasa awam dikenal dengan garam, merupakan unsur kimia yang dibutuhkan tubuh. Namun mengonsumsinya dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan seperti hipertensi, serangan jantung, dan stroke.
“Natrium yang tinggi, Anda pasti berpikir tentang makanan olahan,” kata Sylvie Mrug, ketua Departemen Psikologi di Universitas Alabama yang memimpin penelitian ini. “Ini juga termasuk makanan cepat saji, makanan beku, dan makanan ringan yang tidak sehat,” lanjut Sylvie Mrug.
Sedangkan kalium adalah mineral penting yang disebut sebagai elektrolit yang umumnya ditemukan dalam bahan makanan sehat. Rendahnya kadar kalium dalam urin menandakan kekurangan makanan sehat dan segar seperti kacang-kacangan, kentang, bayam, tomat, pisang, jeruk, avokad, yogurt, dan ikan salem, jelas Sylvie Mrug.
Studi ini juga menemukan bahwa pada anak yang kadar natriumnya yang tinggi dan kaliumnya rendah pada awal penelitian, mereka lebih banyak menunjukkan gejala-gejala depresi pada satu setengah tahun kemudian, bahkan setelah diseusikan dengan variabel lain seperti tekanan darah, berat badan, usia, dan jenis kelamin.
(riz / ray)