Gentle Dicipline, Mendisiplinkan Anak Dengan Penuh Kelembutan
TABLOIDBINTANG.COM - Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya bersikap disiplin. Untuk menegakkan disiplin, orang tua kerap bersikap keras terhadap anak. Bahkan sampai menjatuhkan hukuman fisik. Padahal, mendisiplinkan buah hati bisa juga dilakukan dengan penuh kelembutan. Para pakar pengasuhan anak di dunia menyebut teknik ini sebagai gentle dicipline, atau disiplin yang penuh kelembutan. Bagaimana cara menerapkan metode tersebut?
Gentle dicipline menekankan fokus pada menaruh empati dan respek sebagai inti dari sistem pengasuhan anak. Menerapkan disiplin secara lembut berarti orang tua tidak menerapkan hukuman yang bersifat fisik dan mempermalukan anak, namun lebih pada mengajarkan konsekuensi atas setiap perbuatan yang dilakukannya. Teriakan, tamparan, atau membentak sangat tidak dianjurkan. “Dalam waktu singkat, membentak bisa membuat anak berhenti melakukan apa pun (hal buruk) yang dilakukannya, tetapi itu tidak mengajarkan apa pun pada mereka dan bahkan merusak hubungan Anda dengan anak,” urai Elizabeth Gesrhoff, PhD, psikolog lulusan Universitas Austin Texas, Amerika Serikat, yang mendalami ilmu pengasuhan anak. “Anak-anak sangat memercayai orang tuanya dan ketika orang tua membuat mereka terluka, itu sangat membingungkan bagi mereka,” imbuh Elizabeth. Konsekuensinya, anak akan mengambil jarak dari orang tua. Dengan disiplin lembut, orang tua tetap bisa menjaga kedekatan dengan anak, namun aturan dan tata krama tetap bisa ditegakkan.
Membentuk perilaku jangka panjang
Disiplin lembut tidak hanya fokus pada perilaku anak hari ini, namun juga perilaku anak dalam jangka panjang. Misalnya, ketika anak dengan sengaja menginjak (atau perbuatan apa pun yang menyakiti) saudaranya, jangan langsung membentak, menghardik, dan memberi hukuman time out (berdiam diri selama waktu yang ditentukan). Time out banyak diterapkan oleh orang tua sebagai salah satu cara mendisiplinkan anak. Dalam disiplin penuh kelembutan, penerapan time out boleh dilakukan, tetapi tidak disarankan.
Bedakan sikap orang tua yang permisif dengan disiplin lembut. Orang tua yang permisif membuat anak tidak menyadari kesalahannya. Sementara ketika menerapkan disiplin lembut, ada konsekuensi yang harus diterima anak. Konsekuensi paling minim bisa berupa nasihat, karena dalam menerapkan disiplin lembut komunikasi secara intensif memang menjadi kuncinya. Jika anak salah, jelaskan di mana letak kesalahannya. Berikan pemahaman mengapa anak tidak boleh menyakiti saudaranya, tanyakan apa ia mau disakiti? Camkan bahwa ia harus memperlakukan orang lain seperti ia ingin diperlakukan. Yang paling penting, biasakan anak meminta maaf setelah melakukan kesalahan, juga memaafkan bila Anda orang melakukan kesalahan terhadapnya. Tentunya semua itu harus dikatakan tanpa nada marah apalagi membentak.
Menerapkannya secara berulang, konsisten, dan kompak (antara ibu, ayah, dan pengasuh lainnya) mejadi kunci keberhasilan penerapan disiplin lembut pada anak. “Cobalah mengulangnya 20 kali atau lebih, terutama jika Anda kurang konsisten di masa lalu,” kata dr. Will Wilkoff, MD, dokter spesialis anak asal Brunswick, Maine, AS, yang juga penulis buku How to Say No to Your Toddler.
Karena tumbuh dari proses komunikasi, anak berkesempatan mengekspresikan perasaannya dengan cara benar. Anak juga akan belajar bagaimana membuat keputusan yang tepat, di samping itu mereka akan belajar tentang sebab dan akibat. Orang tua harus siap sedia memberikan jawaban terperinci atas pertanyaan anak. Dilarang keras menjawab, “Sudah, jangan banyak tanya, ikuti saja perkataan ibu/ayah!” Berikan alasan spesifik, misalnya, “Kamu tidak boleh berdiri di pagar, karena terlalu berbahaya, jika jatuh kamu bisa terluka dan ibu akan sedih kalau kamu terluka.” Inilah sebabnya, disiplin lembut juga diterapkan agar anak tumbuh menjadi pribadi yang sensitif dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya di masa mendatang.
(riz)