6 Cara agar Anak Tidak Menjadi Pelaku Kekerasan

Redaksi | 19 September 2019 | 15:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Tidak hanya kekerasan terhadap anak yang patut diwaspadai, tapi juga kemungkinan anak menjadi pelaku kekerasan itu sendiri. 

Dr. Lisa Firestone, Direktur Penelitian dan Pendidikan di Asosiasi Glendon, organisasi nirlaba yang fokus ke penanganan masalah kesehatan mental di AS, menjelaskan, kemampuan berbuat kekerasan merupakan hasil kombinasi faktor biologis, sosial, dan psikososial yang diperoleh dari lingkungan. “Kekerasan melibatkan interaksi nyata antara faktor genetik dan lingkungan. Kita mungkin tidak dapat mengubah DNA yang diturunkan kepada anak, namun kita bisa memengaruhi bagaimana DNA ini diekspresikan dengan menciptakan lingkungan yang baik,” urai Lisa.

Kekerasan bisa muncul akibat pengaruh lingkungan yang tidak kondusif dan ini akan menjadi lingkaran setan. Anak yang tumbuh dengan menyaksikan kekerasan, kemungkinan mereka untuk melakukan kekerasan semakin besar.

“Kekerasan menciptakan perasaan malu, terhina, dan tidak aman. Agar anak terhindar dari paparan kekerasan, Anda harus menciptakan situasi sebaliknya. Pastikan mereka merasa nyaman, terkoneksi, dan merasa dihargai di rumah,” ia menyambung. Lisa mengungkapkan 6 cara sederhana agar anak tidak menjadi pelaku kekerasan di luar rumah.

Membentuk kepedulian

Penelitian menunjukkan, anak membutuhkan setidaknya 5 orang dewasa untuk membantu mereka tumbuh sehat dan bahagia. Artinya, bukan hanya orang tua yang berperan membentuk kepribadian anak. Kakek nenek, paman bibi, guru, teman, dan lingkungan sekitar perlu berperan positif. Mereka dapat menjadi contoh bagi anak. Mengisolasi anak dengan dalih takut terpapar keburukan orang lain hanya membawa dampak negatif lain. Lisa menyebut, sering berinteraksi dengan orang lain secara positif membuat anak belajar peduli terhadap sesama dan lingkungan sekitar.

Menumbuhkan hati nurani

Anak lahir dengan hati nurani yang bersih. Lingkungan yang buruk menodainya. Orang tua memiliki peran menumbuhkan hati nurani anak. Bantulah anak menumbuhkan hati yang baik dengan tidak berbuat kasar di depan mereka. Jangan ragu memperbaiki jika Anda berbuat kesalahan. Setiap orang pasti pernah berbuat salah. Keikhlasan Anda untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf akan dicontoh anak.

Mengembangkan empati

Bantulah anak menumbuhkan empati. Ajari buah hati Anda mengenali beragam emosi sejak dini. Selain itu, bantu anak menjabarkan apa yang mereka rasakan, misalnya dengan bertanya, “Kenapa adik cemberut? Adik sedih, ya? Apa yang membuat adik sedih?” Dengan begitu, anak belajar mengekspresikan emosi dan perasaan. Dengan mengenali dan memahami emosi yang ada dalam diri, anak akan lebih peka terhadap perasaan orang lain. Itulah empati.

Memberikan perhatian

Tidak hanya anak-anak, orang tua akan melakukan tindakan aneh untuk menarik perhatian jika merasa diabaikan. Pada remaja, tindak kekerasan bisa jadi salah satu bentuk mencari perhatian dari orang dewasa. Maka penting meluangkan waktu untuk anak kapan saja anak membutuhkan, tidak harus waktu khusus, agar anak tahu orang tua mereka selalu ada dan memperhatikan mereka.

Membangun rasa percaya diri

Salah satu cara sederhana memompa rasa percaya diri anak, yakni dengan memuji atau mengakui setiap perbuatan baik dan pencapaian anak. Dengan demikian, anak merasa dirinya berharga dan selanjutnya tidak segan melontarkan pujian kepada anak lain.

Menghindarkan hukuman fisik

Memberikan hukuman fisik akan meninggalkan trauma sekaligus menjadi contoh buruk. Anak-anak yang sering mendapat hukuman berupa kekerasan fisik lama-lama kebal, terbiasa, kemudian menganggap kekerasan hal yang wajar. Anda dapat menghukum dengan cara lain, misalnya mencabut hak untuk bermain gawai selama periode tertentu atau mengurangi waktu bermain di luar rumah. Sebelumnya, jelaskan kepada anak mengapa kebijakan ini diterapkan.

 

Penulis : Redaksi
Editor: Redaksi
Berita Terkait