Suasana Hati Anak Ternyata Sangat Berpengaruh pada Pilihan Makanannya

Rizki Adis Abeba | 7 Oktober 2019 | 21:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Ada kalanya anak makan dengan lahap, tapi di waktu lain mereka sangat pemilih. Terkadang mereka mau makan nasi lengkap dengan sayur, tapi bisa juga mereka hanya ingin lauknya saja. Jangan emosional dulu, Bu! Pahami bahwa ternyata suasana hati anak sangat berpengaruh terhadap pilihan makanan mereka.

Kaitan antara perilaku makan dan suasana hati anak telah diteliti oleh Dr. Shayla C. Holub, profesor yang mengepalai Program Studi Ilmu Psikologi Universitas Texas di Dallas, AS, bekerja sama dengan Dr. Cin Cin Tan, Ph.D dari Universitas Michigan, AS, pada Februari lalu. Mereka mengumpulkan anak-anak berusia 4,5 hingga 9 tahun dan membagi mereka ke dalam 3 kelompok. Masing-masing kelompok dipertontonkan video film The Lion King yang menampilkan adegan-adegan berbeda. Kelompok pertama menyaksikan adegan bahagia, kelompok kedua adegan sedih, lalu kelompok ketiga adegan netral.

“Kami ingin mencari tahu perilaku makan secara emosional pada anak-anak. Jadi kami membangun suasana hati mereka (dengan adegan-adegan film itu),” kata Holub. Selama menonton, anak-anak disuguhkan dua makanan ringan pendamping berupa cokelat dan kerupuk ikan. Hasilnya, suasana hati yang terbangun setelah menonton tayangan video sangat memengaruhi pilihan makanan yang mereka ambil.

Anak-anak yang menyaksikan video sedih paling banyak memakan cokelat dan kebanyakan dari mereka tidak mengambil kerupuk ikan sama sekali. Anak-anak yang menonton video adegan bahagia lebih sedikit memakan cokelat dibanding anak-anak yang menonton adegan sedih. Sedangkan anak-anak yang melihat adegan netral lebih banyak memakan kerupuk ketimbang cokelat.

Penelitian yang dimuat dalam Journal Appetite, jurnal yang fokus ke penelitian tentang perilaku makan manusia, memberi gambaran bahwa anak-anak pun telah membangun hubungan antara emosi dan pilihan makanan meeka. “Anak-anak bisa mengasosiasikan makanan dengan perasaan tertentu. Sebagai contoh, mereka mulai memahami bahwa cokelat adalah makanan yang membahagiakan karena terasosiasi dengan pesta, perayaan, dan liburan. Sehingga saat mereka merasakan suasana hati yang buruk, memilih cokelat untuk membangkitkan suasana hati mereka. Sedangkan kerupuk adalah makanan yang tidak terasosiasi dengan perasaan apa pun, jadi mereka memakannya dalam kondisi suasana hati yang netral dan bahagia,” urai Holub.

Jangan Memaksa

Orang tua perlu belajar untuk memahami suasana hati anak saat makan. Jangan terpaku pada kebiasaan makan anak saat bayi. Misalnya, dulu ketika bayi anak mau melahap makanan apa saja, tapi kenapa sekarang mulai pilih-pilih?

Pada bayi, makan hanya berhubungan dengan metabolisme tubuh untuk menyesuaikan diri, apakah mereka lapar atau sudah kenyang. Setelah memasuki usia 3 tahun, anak mulai merespons makanan dengan lebih banyak emosi dan suasana hati. Ini sebabnya, Holub memperingatkan agar Anda tidak melulu menggunakan cokelat, permen, atau es krim sebagai hadiah atau makanan di hari perayaan. Sertakan pula buah-buahan dan makanan sehat lainnya dalam suasana gembira agar makanan itu terasosiasi dengan suasana gembira.

Ketika anak terlihat malas makan, coba perhatikan, bagaimana suasana hati mereka? Jangan heran anak malas makan karena suasana hati sedang tidak gembira. Dalam kondisi seperti ini, memaksa anak agar makan dengan cepat atau menekan mereka untuk tidak pilih-pilih makanan justru akan menyebabkan stres dan trauma. Lantas apa yang harus dilakukan?

Bangun suasana hati anak dengan hal-hal menyenangkan seperti bermain atau berikan makanan pembangkit suasana hati. Bukankah orang dewasa juga terkadang butuh menu pembuka untuk membangkitkan selera makan? Jadi tak masalah jika Anda harus memberi sedikit cokelat, puding, buah, atau makanan kesukaan anak sebagai menu pembuka, untuk memperbaiki suasana hati mereka. Tunggu hingga suasana hati anak membaik, baru sodorkan makanan utama. Dengan suasana hati yang tenang dan gembira, anak mudah melahap makanan apa saja yang tersedia.

 

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor: Rizki Adis Abeba
Berita Terkait