Anak Menyaksikan Perselingkuhan Orang Tua: Bisa Trauma, Bisa Juga Tidak
TABLOIDBINTANG.COM - Jangan menjadikan anak sebagai sarana untuk menampung kemarahan, kekecewaan, atau perasaan tersakiti, karena anak akan terbebani permasalahan yang belum sanggup ia hadapi.
Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., psikolog anak dan remaja TigaGenerasi, mengungkapkan, pengalaman menyaksikan perselingkuhan sebenarnya tidak serta-merta menimbulkan trauma, jika bisa diselesaikan dengan baik.
“Timbul trauma atau tidaknya tergantung dari apa yang dialami anak secara personal. Jadi tidak selalu (muncul trauma). Bisa timbul trauma, misalnya jika anak menyaksikan pertengkaran hebat di antara orang tua yang sampai menyakiti satu sama lain,” Vera menjelaskan.
Penting untuk berpikir dengan kepala dingin tentang cara menyikapi konflik, melakukan pendekatan terhadap anak, hingga mengambil penyelesaian masalah yang mampu memberikan solusi menyenangkan bagi semua pihak. Semuanya harus menitikberatkan kepentingan anak.
“Perceraian, apa pun penyebabnya, tidak selalu membuat anak menjadi anak broken home. Tergantung pada bagaimana orang tua menjelaskan kepada anak, mengapa perceraian terjadi, bagaimana orang tua menjalani proses perceraian—apakah dengan tenang atau dengan ribut terus- menerus, dan bagaimana kehidupan berjalan sesudah perceraian. Banyak anak yang baik-baik saja meski orang tua bercerai, karena orang tua tetap memberikan apa yang mereka butuhkan sebagai anak,” Vera menjabarkan.
Andai perselingkuhan bisa diakhiri dan perceraian bisa dihindari, orang tua yang berselingkuh harus melakukan pendekatan kembali terhadap anak.
“Bicara kepada anak, minta maaf, dan pastikan tidak terjadi lagi. Tentu butuh waktu untuk mengembalikan kepercayaan anak, karena itu harus bersabar,” pungkas Vera.