Tsunami Selat Sunda, Bagaimana Agar Korban Tidak Merasa Kesepian dan Kehilangan?
TABLOIDBINTANG.COM - Menjadi korban bencana tsunami Selat Sunda dan harus kehilangan orang-orang yang dicintai, meninggalkan duka di hati Ifan Seventeen. Rasa kaget dan sedih yang menyelimuti hati Ifan bisa dipahami.
Tak sedikit warganet yang khawatir dengan kondisi psikologis Ifan. Psikolog dewasa dari Q Consulting, Rena Masri mengungkapkan reaksi setiap individu menanggapi rasa kehilangan berbeda-beda.
"Semua tergantung kepribadian masing-masing. Lalu, apakah mereka memiliki lingkungan yang mendukung atau tidak. Hal ini berpengaruh pada bagaimana seseorang akan pulih dari bencana atau pulih dari kehilangan orang yang dicintai," terang Rena kepada Bintang.
Rena mengingatkan para korban bencana membutuhkan pertolongan pertama dari sisi psikologis. "Supaya mereka bisa mengutarakan penyesalan, kekhawatiran, ketakutan, dan segala emosi di dalam diri mereka bisa tersalurkan sehingga tidak terpendam dan akhirnya menimbulkan trauma," imbuh dia.
Pasalnya, rasa penyesalan karena tidak bisa memenuhi keinginan orang terdekat yang telah meninggal misalnya, bisa menghambat pemulihan dari rasa kehilangan. Rena mengatakan semakin cepat pertolongan, semakin baik dan dibutuhkan pula bantuan ahli untuk mempercepat proses pemulihan ini.
Pasca bencana, Ifan tampak kuat. Ia masih bisa mengunggah foto kenangan bersama personel Seventeen termasuk foto bersama sang istri. Rena menjelaskan reaksi setiap individu menghadapi rasa duka juga berbeda.
"Ada orang yang tidak sanggup mengunggah foto bersama orang terdekatnya ketika kehilangan. Ada yang masih bisa mengunggah foto, mungkin itu merupakan ekspresi kesedihan mereka. Atau ekspresi rasa sayang mereka kepada orang terdekatnya," beri tahu dia.
Menurut Rena, ucapan belasungkawa yang terus berdatangan bisa menguatkan Ifan. Para orang terdekat Ifan juga bisa membantunya dengan mencoba memenuhi kebutuhannya. Mulai dari menjadi pendengar yang baik ketika Ifan siap bercerita. Atau menawarkan bantuan untuk mendengarkan keluh kesahnya, menjadi tempat ia mencurahkan emosi.
"Kalau dia tidak mau cerita, jangan sibuk bertanya. Sesuaikan dengan kebutuhan mereka yang kehilangan. Paling tidak, kita ada di samping mereka untuk menemani. Menghibur dengan membawakan makanan atau minuman kesukaan mereka contohnya, juga bisa dilakukan. Atau mengajak mereka melakukan kegiatan positif yang disukai," Rena memaparkan.
Yang terpenting, orang terdekat harus ingat bahwa proses pemulihan rasa kehilangan membutuhkan waktu. Maka, Rena berharap perhatian yang diberikan kepada mereka yang kehilangan sebaiknya terus konsisten.
"Sebisa mungkin, perhatian kita tidak hanya pada saat ini saja ketika baru mengalami kehilangan. Beberapa waktu setelahnya, kita masih tetap bertanya atau memperhatikan mereka. Supaya mereka tidak merasa sendirian dan kesepian. Konsisten memperhatikan mereka hingga benar-benar pulih," pungkasnya.
(yuri / gur)