Butuh Upaya Serius untuk Meraih Kebahagiaan dalam Pernikahan 

redaksi | 14 Oktober 2019 | 02:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Pernikahan sangat kompleks. Rasanya keliru bila dibandingkan dengan banyaknya wedding chapel di Las Vegas yang menawarkan pernikahan "instan". Apa yang terjadi di sana seakan mengubah mitos pernikahan yang sakral. Pernikahan dianggap seperti Happy Meal, cara yang mudah dan cepat untuk memperoleh kebahagiaan. Padahal pernikahan butuh usaha serius. Sejauh mana keseriusan yang dibutuhkan? Susan Jane Gilman menggambarkannya dalam buku Kiss My Tiara: How to Rule the World as a SmartMouth Goddess. Berikut petikannya.

Menikah: Fantasi atau kenyataan?

Setiap orang yang telah menikah pasti akan mengakui, pernikahan memang menyenangkan, tapi juga mencakup pertentangan antara romantisme dan kekecewaan, harapan dan kompromi. Bahkan ada yang mengatakan, masalah yang paling mengganggu dalam hidup ini, ''Yang miskin ingin kaya, yang kaya ingin bahagia, yang lajang ingin menikah dan yang menikah ingin mati.'' Seram benar kata-katanya. Apa benar pendapat seperti itu? 

Kita tidak menikah semata lantaran untuk mendapatkan perlindungan, atau memenuhi keinginan orangtua atau gara-gara semua teman-teman lain sudah menikah. Sebagai manusia kita punya kebebasan, dengan siapa menikah, kapan dan bagaimana. Kita sepenuhnya punya kemampuan mengendalikan emosi, fisik, spiritual dan finansial. Kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat, yakin bahwa kita cocok dengan pasangan yang dipilih.

Sayangnya, kebanyakan orang kerap terbuai fantasi romantis mengenai pernikahan. Bertemu dengan si dia, menikah dan bahagia selamanya. Dengan seringnya cerita ini kita dengar, tak heran, menjelang pernikahan kita akan diliputi perasaan gugup dan putus asa. Terlebih dengan budaya yang membuat seseorang terburu-buru menikah. Dari istilah perawan tua sampai pendapat yang menyebutkan, jika tidak terburu-buru memilih pasangan, nanti yang baik akan diambil lebih dulu. Tinggal sisa-sisa yang bisa dipilih. Hasilnya?

Mencari pasangan bagai mencari baju saat diskon sehari penuh.

Memang ada juga yang menyadari, setelah menikah masih panjang jalan yang mesti dilalui. Tapi tidak semua orang menyadarinya. Yang lain tetap dibuat buta oleh fantasi, indahnya baju pengantin, cincin, kue dan pesta yang nanti diadakan. Bahkan menyambut pernikahan dengan penuh harapan tanpa ada bayangan sama sekali, seperti apa kehidupan setelah menikah.

Sebelum upacara pernikahan

Idealnya, kita memutuskan berkomitmen dengan orang yang kita cintai. Si dia punya kekuatan dan hasrat yang sama untuk membentuk keluarga. Keputusan untuk melakukan komitmen mestinya tidak didasari ketakutan atau fantasi sesaat. Itu sebabnya ini tak mudah. Apalagi setiap orang punya jalan berbeda sebelum bertemu dengan jodohnya. 
Masalah pernikahan perlu pemahaman mendalam. Jadi coba kita lupakan sejenak, baju-baju indah untuk pesta atau pesta meriah yang bakal digelar. Cobalah memahami berbagai hal berikut dengan mengedepankan sisi bijaksana yang kita punya.

1. Sumpah suci bukan mantera ajaib
Setelah mengetahui latar belakang kehidupan calon pasangan, kehidupan kita dengan sendirinya akan terus berlanjut. Kehidupan yang punya potensi lebih semarak, frustrasi sekaligus menggelikan sebagai lajang. Pernikahan tak akan mengubah si upik abu jadi putri cantik atau si buruk rupa jadi pangeran tampan. Seorang konselor pernikahan menyebut, banyak orang berpikir setelah menikah, pasangan mereka akan berubah secara dramatis dan semua masalah dalam hubungan akan sirna dengan sendirinya. Padahal ini tidak benar. Setiap masalah yang timbul sebelum pernikahan akan tetap ada sampai berakhirnya masa bulan madu.

2. Pesta pernikahan bukan simbol kehidupan yang dijalani
Dengan upacara yang sakral dan pesta meriah, sepasang pengantin bagaikan raja dan ratu, meski cuma sehari. Makanya jangan bingung dengan adanya perbedaan antara ritual dan realitas. Menikah memang menakutkan, tapi sekaligus banyak sukanya lho!

3. Pasangan mestinya sesuai dengan pribadi kita, jangan berdasarkan dipenuhinya berbagai kriteria
Pernahkah Anda mengalami atau berdasarkan pengalaman seorang teman yang malah tidak merasa bahagia menjelang hari pernikahannya? Si dia memang nyaris sempurna, bahkan banyak yang iri melihat Anda berhasil menggaet si dia. Namun, sewaktu dia mengajak mencari cincin kawin plus semua tetek bengek persiapan untuk menikah, Anda bukannya senang malah panik. Kenapa? 
Betul, si dia nyaris sempurna sebagai pasangan. Namun nyatanya ia tak cocok dengan Anda. Nilai-nilai fundamental yang dimiliki berbeda, mimpi dan keinginan tak sama, bahkan sulit melakukan negosiasi untuk mencapai kata sepakat. Bagaimana jadinya? Cukup jelas bahwa menikah tidak cukup hanya mengandalkan sejumlah kualitas yang mesti dipenuhi pasangan. Si dia yang di atas kertas terbaik, ternyata tidak cocok dijadikan pasangan hidup. Dalam membuat komitmen sepanjang hidup dengan seseorang, sama saja dengan komit terhadap hidup yang dijalani. Makanya, lebih baik sama-sama yakin, kalau Anda berdua punya visi yang sama.

4. Jangan terburu-buru
Romance rasanya jadi pertimbangan terbesar. Adanya tarikan kimia yang kuat membuat 2 manusia saling tertarik. Mungkin Anda bisa memahami harapan Mia Thermopolis dalam film The Princess Diaries. Ciuman pertama katanya bisa membuat kaki Anda melayang. Itu bisa membuat Anda lupa daratan. Tapi siapa yang bisa berpikir rasional di saat seperti itu? Mungkin itu gunanya mengingat pepatah, cinta bisa membuat Anda buta. 
Kalau kita bertemu seseorang yang pantas dijadikan pasangan hidup, tak ada salahnya untuk saling mengenal. Apalagi kalau usia masih muda. Jalan yang ada di hadapan kita masih sangat panjang. Pernahkah Anda berpikir, 10 tahun ke depan, perubahan apa saja yang telah dilalui? Bisakah si dia menerimanya? Dan dalam jangka waktu 10 tahun ke depan, si dia seperti apa? Ini tak berarti Anda harus menunggunya selama 10 tahun. Tapi paling tidak, Anda mesti lebih dulu mengenal karakter si dia. Baru putuskan, sanggupkah Anda mendampinginya seumur hidup?

5. Tetap berpijak pada kenyataan
Bagi sebagian orang, menemukan pasangan bukan masalah menunggu munculnya cinta pada pandangan pertama, tapi masalah lain yang lebih penting. Apa itu? Di mana akan tinggal, di mana mereka menempatkan diri dalam masyarakat, juga di mana saja mereka bisa memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Artinya, cinta memang tak bisa diabaikan, namun juga tak berarti mengabaikan hal-hal penting lainnya.

6. Tidak semua orang menikah
Pernikahan memang sakral, bahkan sama dengan ibadah. Namun ada juga yang berkeyakinan bahwa dirinya tidak akan menikah. Dengan berbagai alasan, ada saja orang yang sulit menikah, sampai usianya sudah tidak muda lagi. Tidak siap, tidak mau disakiti, atau alasan lain.

7. Akhirnya, nasihat ini diberikan mereka yang telah menikah...
* Jangan menikah semata alasan ketertarikan seksual. Siapa yang bisa menolak melihat pasangannya seksi sampai tak bisa lagi berpikir jernih? Tapi, Anda kan tidak bisa hidup selamanya dengan mengandalkan apa yang dimiliki pasangan secara fisik. 
* Terserah bagaimana upacara pernikahan yang ingin dipilih, tapi rencanakan berdua. Setiap pasangan yang berhasil merencanakan pernikahan dan melewatinya dengan baik, layak hidup bersama sampai akhir hayat.

Penulis : redaksi
Editor: redaksi
Berita Terkait