Dalam Kasus Perselingkuhan, Kenapa Wanita Selalu Diposisikan sebagai "Penjahat"?

Redaksi | 17 Maret 2021 | 02:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Dalam setiap kasus perselingkuhan, pihak perempuan secara otomatis ditempatkan di dua posisi ini, yakni sebagai korban dan sebagai “penjahat”-nya.

Sementara itu, pihak laki-laki hampir tidak pernah disinggung atau dipersalahkan. Justru pemakluman lebih sering terjadi. Bahkan dari kaum hawa.

Psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani, mencoba merumuskannya berdasarkan tatanan sosial yang berlaku, terutama di Indonesia.

Pihak wanita bisa menjadi korban sekaligus dianggap yang bersalah, sementara laki-laki dianggap lebih boleh melirik perempuan lain atau bahkan menikahinya (poligami). 

Kesan perempuan selalu salah tidak terhindarkan. Bahkan perempuan yang seharusnya menjadi korban (perempuan yang terikat dalam hubungan resmi) kadang dipersalahkan atas perselingkuhan suaminya dengan alasan macam-macam atau bahkan sepele.

Hingga ungkapan seperti “pantas saja suaminya suka perempuan lain” terdengar wajar. 

“Padahal sebetulnya, kalau salah satu pihak (perempuan atau laki-laki) sudah menjalin hubungan serius, baik itu pacaran atau menikah, maka ketika ada hubungan lain, ya keduanya (pihak itu dan selingkuhannya) salah. Bukan salah perempuan saja atau salah laki-laki saja,” kata Anna yang akrab disapa Nina.

“Mereka inilah orang-orang yang kesulitan menjaga komitmen,” lanjutnya. 

Penyebabnya macam-macam. Diutarakan Nina, bisa jadi seseorang yang sulit menjaga komitmen ini adalah orang yang punya masalah dengan dirinya sendiri. Misalnya, punya kebutuhan untuk dipuji yang jauh lebih besar dibandingkan yang dapat dipenuhi pasangannya atau karena ada masalah dengan pasangan. Seperti kurang puas dengan pasangan atau terus bertengkar sehingga pelaku ingin keluar dari komitmen. 

“Atau bisa juga karena orang baru atau si pasangan selingkuh itu memiliki kualitas kepribadian yang beda dari pasangannya saat ini,” kata Nina.

“Akan tetapi, biasanya pengaruh orang baru atau pasangan selingkuh itu tidak signifikan kalau sesungguhnya si individu ini tidak punya masalah dengan dirinya sendiri atau dengan pasangannya".

Penulis : Redaksi
Editor: Redaksi
Berita Terkait