Vagina Mengendur, Apa yang Mesti Dilakukan?

Redaksi | 3 Januari 2020 | 05:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Setiap manusia menua. Penuaan itu terjadi di seluruh tubuh termasuk organ intim, vagina. Makin lama, vagina mengendur. Selain usia, pengenduran vagina dipicu masalah hormon, kehamilan, obesitas, trauma karena persalinan normal, batuk kronis, angkat beban, dan olahraga berat. Kendurnya otot vagina tidak memiliki gejala spesifik. Adakah cara untuk mencegahnya?

Vagina Seperti Karet

Dr. Rikka Mulya Wirman, SpOG menjelaskan, kendurnya vagina dipicu kerusakan dan menyusutnya jumlah kolagen di organ intim. Kolagen adalah protein penyusun tubuh di berbagai jaringan tubuh khususnya kulit sebanyak 70 persen. Fungsinya, menopang dan menjaga agar kulit tetap kencang. Rikka mengingatkan, penuaan mulai terjadi di usia 25 tahun. Sejak itu, setiap tahun jumlah kolagen menyusut sebesar 1 sampai 1,5 persen.

“Termasuk kolagen yang menyusun kulit organ intim. Jumlah penyusutan meningkat saat Anda memasuki fase menopause. Patut diingat, melahirkan normal juga memicu kerusakan kolagen di sekitar vagina,” terang Rikka.

Dr. Nina Martini Somad, SpOG, membenarkan. Persalinan alami mengendurkan otot vagina hingga panggul. Bayangkan, liang vagina sekecil itu dilewati kepala bayi berdiameter 9 cm dan tubuh si kecil, kemudian mengecil lagi. Liang vagina, kata Nina, seperti karet.

“Ia seperti karet yang direntang kemudian dikembalikan. Ukurannya tidak akan sama lagi. Jika seorang wanita bersalin beberapa kali, pengenduran otot vaginanya makin menjadi. Saya menemukan beberapa kasus rahim ibu menurun karena berkali-kali bersalin. Itu yang disebut prolaps uteri. Awam menyebutnya turun berok. Rasanya tidak sakit, tahu-tahu rahim sudah berada di luar vagina,” Nina membeberkan.

Ujung-ujungnya, pasien menjalani operasi pengangkatan rahim. Saat rahim diangkat, ukuran vagina memendek sehingga memicu masalah saat bersanggama dengan suami. Seperti turun berok, kendurnya vagina tak disertai gejala spesifik. Yang merasakan, suami ketika bersanggama. Masalahnya, beranikah suami menyampaikan ini? Jika berani, siapkah istri menerima komplain?

Kegel dan Peremajaan Vagina

Karenanya, setelah bersalin dan melewati nifas, Nina menyarankan ibu berolahraga. Senam kegel salah satu yang direkomendasikan. Bukan hanya mengencangkan vagina usai bersalin, tapi juga melancarkan sirkulasi darah dan membantu pemulihan pascapersalinan. Selain kegel, baik juga bagi para ibu mengikuti senam body language dan yoga.

“Untuk melatih otot di sekitar vagina, Anda juga bisa melakukan gerakan memasukkan jari yang sudah dibersihkan dan dilapisi sarung tangan ke liang vagina. Kemudian, kerutkan vagina sehingga jari Anda terasa seperti dijepit. Jika memungkinkan, lakukan gerakan ini beberapa kali seminggu selama 10 menit,” urai Nina.

Latihan menjepit secara rutin penting, mengingat wanita melewati banyak fase. Selain bersalin dan menyusui, menopause fase yang patut diwaspadai. Saat menopause, jumlah hormon estrogen menurun drastis. Dampaknya, otot saluran kemih mengendur sehingga Anda tidak bisa menahan pipis. Itu sebabnya, setelah menopause perempuan kerap mengompol. Belakangan, dunia kedokteran menawarkan teknologi vaginal rejuvenation untuk meremajakan otot vagina.

Vaginal rejuvenation bekerja dengan merangsang kolagen di sekitar vagina. Nina menyebut, sejumlah rumah sakit ibu dan anak di kota-kota besar mulai melengkapi layanan mereka dengan vaginal rejuvenation. Ia mengingatkan sebelum menjalani perawatan ini, Anda mesti berkonsultasi dengan dokter. Dokter akan mengecek kondisi vagina dengan pap smear untuk memastikan rahim normal serta dindingnya tidak kena infeksi dan keputihan.

“Vaginal rejuvenation menggunakan laser, tidak sakit, tidak perlu anestesi, prosesnya hanya 10 menit. Alat yang memancarkan laser dimasukkan ke liang vagina, diputar 360 derajat sedalam 1 cm, kemudian dikeluarkan perlahan agar seluruh permukaan kulit vagina terkena sinar. Tujuannya menumbuhkan sel-sel baru dan kolagen. Tiga hari kemudian, Anda boleh berhubungan lagi dengan suami,” ulas Nina.

Penulis : Redaksi
Editor: Redaksi
Berita Terkait