Resensi Film IP MAN 4: THE FINALE, Pertarungan Sang Guru di Amerika
TABLOIDBINTANG.COM - Kisah guru bela diri Wing Chun yang legendaris, Ip Man, berlanjut di film Ip Man 4: The Finale. Donnie Yen kembali memerankan sosok Ip Man.
Film Ip Man 4: The Finale, menceritakan sosok Ip Man yang hidup menduda setelah kematian istrinya. Ip Man bingung menghadapi Ip Chun, sang putra yang tengah remaja, yang suka bertengkar dan membangkang. Ia pun berencana mengirim putranya untuk melanjutkan sekolah di Amerika Serikat.
Tiba di Amerika Serikat, Ip Man harus menghadapi penolakan dari Wan, ketua Chinese Consolidated Benevolent Association (CCBA), sejenis Asosiasi masyarakat Tionghoa, yang menolak memberikan surat rekomendasi untuk putranya. Di Amerika, Ip Man melihat rekan-rekannya sesama etnis Tionghoa mendapat penindasan dan diskriminasi dari orang kulit putih. Saat hendak mendaftarkan putranya ke sebuah sekolah, Ip Man melihat sendiri saat Yonah, yang ternyata putri Wan, mengalami kekerasan fisik dari teman - teman sekolahnya.
Ip Man 4: The Finale, tidak fokus pada sosok Ip Man itu sendiri. Permasalahan yang terjadi justru diakibatkan karakter pendamping. Hanya gara-gara tak terima Yonah menjadi ketua pemandu sorak, Becky teman sekolahnya mengadu pada Andrew, sang ayah yang punya jabatan di Departemen Imigrasi dan berbuntut pada kekacauan serius. Ada pula karakter Hartman (Vanness Wu), seorang marinir yang berniat memasukkan seni bela diri Cina sebagai latihan di militer, namun ditolak mentah-mentah oleh atasannya, Barton Geddes (Scott Adkins).
Dari segi cerita, penyebab konflik yang ditawarkan penulis Edmond Wong, Dana Fukazawa, Chan Tai Lee, Jil Leung Lai Yin berbau rasial. Nyaris semua karakter kulit putih dalam Ip Man 4: The Finale, digambarkan jahat. Multi-konflik, sutradara Wilson Yip, meracik Ip Man 4: The FInale menjadi tontotan yang seru. Ledakan emosi disertai dengan adegan laga yang greget, menjadikan Ip Man 4: The Finale sebuah film yang enak ditonton. Sebenarnya Ip Man 4: The Finale, berpotensi lebih memorable jika memberikan ruang lebih untuk penyakit yang diderita Ip Man dan hubungannya dengan sang putra. Namun isu ras dan diskriminasi lebih ditonjolkan. Memang berhasil untuk memantik emosi sehingga penonton panas, tapi tidak cukup kuat buat dikenang dalam waktu yang lama.