Bolehkah Penderita Skizofrenia Mengakses Media Sosial? (1)

Wayan Diananto | 11 Maret 2017 | 08:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Alkisah, seorang penderita skizofrenia dinyatakan “sembuh”. Lalu, ia membuat akun di media sosial dan berselancar ke lini masa. Beberapa minggu kemudian, skizofrenia itu kambuh bahkan lebih parah daripada sebelumnya.

Skizofrenia seolah datang dan pergi begitu saja. Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah skizofrenia itu bersifat kambuhan? Adakah gejala kasat mata skizofrenia yang bisa kita awasi?

“Kesalahan terbesar awam saat membahas skizofrenia, menganggapnya sebagai disease (penyakit). Padahal, skizofrenia itu disorder (gangguan). Tujuan pengobatannya, menciptakan quality of life dan bukan mencapai kesembuhan,” terang dr. Asmara Hadi, SpKJ di Jakarta, minggu lalu.

Ada hal yang tidak bisa dihilangkan dari penyandang skizofrenia: halusinasi pendengaran. Sekali didiagnosis mengalami skizofrenia, seumur hidup akan mengalaminya. Bentuk halusinasi itu bisa berupa komentar atau perintah. Yang patut diwaspadai adalah perintah misalnya “tusuk orang itu!” atau “bunuh orang itu!”

 Frekuensi halusinasi bisa dikurangi dengan obat antipsikotik. Obat antipsikotik bekerja dengan memperbaiki sistem neurotransmiter pada otak. Ia berfungsi menetralkan dopamin (neurotransmiter penting di otak manusia, fungsinya sebagai pengantar pesan atau rangsangan antarsaraf, dan sebagai hormon – red.) di otak yang berlebihan. Obat itu dikonsumsi pasien dalam jangka panjang. Sampai kapan?

“Saya tidak bisa mengatakan konsumsi obat dijalani seumur hidup. Itu akan mengurangi harapan pasien. Konsumsi obat jangka panjang itu sama seperti pada penderita hipertensi, kencing manis, dan lain-lain. Kalau berhenti, kualitas hidup mereka memburuk. Dengan obat yang tepat dan dosis yang pas, kualitas hidup akan membaik. Lalu, pasien bisa berhenti mengonsumsi obat itu,” jelas Asmara. 

 

(wyn/gur)

Penulis : Wayan Diananto
Editor: Wayan Diananto
Berita Terkait