Mengenal Penyakit Tiroid, Dari Dampak Hingga Cara Mengobatinya
TABLOIDBINTANG.COM - Kelenjar tiroid adalah organ kecil di bagian depan leher yang melingkari tenggorok. Bentuknya menyerupai kupu-kupu, bertangkai kecil di tengah, berikut dua sayap di kanan dan kiri yang memanjang di sekitar tenggorok. Kelenjar ini menghasilkan dua hormon yakni triiodothyronine (T3) dan thyroxine (T4). Gangguan pada kelenjar ini bisa berupa hipertiroid jika tubuh memproduksi terlalu banyak hormon tiroid. Sebaliknya jika tubuh membuat terlalu sedikit hormon tiroid, disebut hipotiroidisme. Keduanya berdampak serius karena dapat memengaruhi metabolisme tubuh. Fungsi hormon tiroid ada banyak, dari menopang kinerja otak, jantung, ginjal, organ reproduksi, lever, saluran cerna, otot bahkan tulang.
Penyakit tiroid memicu ketidakseimbangan hormon tiroid dalam tubuh. Ada banyak pasien yang mengidap pembesaran tiroid tanpa gejala. Sebagian besar bersifat jinak dan tidak butuh pengobatan khusus. Jika terjadi gejala penekanan maka perlu segera ditangani. Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Diabetes, Endokrin dan Metabolik Bethsaida Hospital, dr. Rochsismandoko, Sp.PD, KEMD, FINASIM, FACE, menjelaskan, kini ada tindakan minimal invasif tanpa operasi untuk menghilangkan pembesaran kelenjar tiroid jinak.
“Yakni Radio Frequency Ablation (RFA) dan Percutaneous Ethanol Injection Ablation. Ini tergantung tumornya padat atau kista. Dengan prosedur RFA untuk tumor jinak tiroid maka benjolan dapat berkurang hingga 96,9 persen,” katanya lewat siaran pers yang kami terima pekan ini. Di Bethsaida Hospital sendiri ada Diabetic, Endocrine, Metabolic and Thyroid Center yang siap melayani sekaligus mengawal kesehatan keluarga Indonesia.
Rochsismandoko menambahkan, terapi RFA tidak butuh sayatan dan hanya menggunakan bius lokal, sehingga pasien lebih nyaman dan aman. Persiapan untuk tindakan lebih simpel. Lama tindakan kurang lebih sejam dengan masa observasi pascatindakan 10 sampai 12 jam. “Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri, panas atau bengkak di leher yang sebagian besar akan sembuh sendiri tanpa perlu obat,” imbuh Rochsismandoko.