Putra Machica Mochtar Tak Trauma Meski Mengaku Dianiaya Oknum Polisi

Supriyanto | 25 Agustus 2024 | 20:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Polda Metro Jaya menangkap 301 orang saat melakukan aksi demo darurat Indonesia menolak RUU Pilkada di depan Gedung MPR/DPR, Senayan pada Kamis (22/8) kemarin. Mereka ditangkap diduga telah mengganggu ketertiban, melakukan perusakan, hingga aksi kekerasan.

Salah satu yang diamankan polisi adalah Iqbal Ramadhan, putra dari Machica Mochtar dan almarhum Letnan Jenderal Moerdiono. 

Setelah sehari di kantor polisi, Iqbal dipulangkan. Selama berada di kantor polisi, Iqbal mendapat luka-luka, namun ia tetap merasa santai meski ibunya sering merasa cemas.

"Saya sudah sering bilang ke ibu (Machica Mochtar), udah nggak usah khawatir, maksudnya biasa lah perjuangan perjuangan seperti ini," ungkap Iqbal Ramadhan di Polda Metro Jaya.

Iqbal masih bersyukur karena nyawanya masih selamat. Ia menyebut ada yang tidak seberuntung dirinya.

"Maksudnya masih untung saya hidungnya patah bukan meninggal atau nyawa hilang," tambah Iqbal Ramadhan.

Setelah mengaku mendapat kekerasan dari oknum, Iqbal bakal menjalani visum dan CT scan. Hal itu sebagai langkah awal untuk pemulihan kesehatan. 

"Saya punya niat mau visum tapi saya mau CT scan dulu untuk kepala saya karena bagian sini belakang, ditendang jadi fokus dulu untuk kesembuhan diri saya," terang Iqbal Ramadhan.

Saat ditanya soal keinginan menempuh langkah hukum, Iqbal menyerahkan sepenuhnya kepada pengacaranya. 

"Iya bermalam, di Polda sih perlakuannya baik sejauh ini, aku juga didampingi kuasa hukum," beber Iqbal Ramadhan.

Judianto Simanjuntak, kuasa hukum Iqbal mengatakan proses hukum yang telah dijalani mencakup berita acara klarifikasi, berita acara interview, dan berita acara pemeriksaan (BAP) dalam waktu 1x24 jam.

Hal ini menunjukkan bahwa Iqbal tidak terlibat dalam tindak kejahatan, melainkan murni menyampaikan aspirasi soal penolakan putusan DPR yang merevisi putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pilkada.

"Seperti yang disampaikan Iqbal, ini bukan trauma tapi soal untuk demokrasi bahwa sebetulnya penyampaian pendapat seperti itu tidak layak diproses hukum, tidak layak dibawa ke kantor kepolisian. Penyampaian pendapat adalah hak untuk bersuara dalam mempertahankan demokrasi dan konstitusi, itu yang esensial," pungkas Judianto.

Penulis : Supriyanto
Editor: Supriyanto
Berita Terkait