Sinetron "Kecil-Kecil Jadi Manten", Secercah Kenangan Sukma Ayu dan Yazman Yazid

Panditio Rayendra | 12 Agustus 2014 | 15:15 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - SUKA menonton sinetron ABG Jadi Manten yang tayang setiap sore di SCTV?

Sebelas tahun sebelum sinetron itu tayang, Multivision Plus pernah membuat sinetron berjudul "Kecil-kecil Jadi Manten" (KKJM, 2003).

Premisnya, kisah cinta antara remaja putra kemayu dengan remaja putri tomboy yang tumbuh di lingkungan keluarga Betawi. Dua sosok yang berperan penting dalam sukses KKJM, kini telah tiada.

Sukma Ayu, pemeran Rohaye dalam KKJM, terlebih dulu meninggal pada 25 September 2004 dalam usia 24 tahun setelah 5 bulan koma. Menyusul pada 12 Agustus 2014, Yazman Yazid, sutradara KKJM, meninggal akibat komplikasi penyakit.

Tabloid Bintang edisi Minggu Keempat Maret 2003 pernah mengulas tiga sinetron berlatar Betawi yang merajai rating. Salah satunya, KKJM.

Berikut kami cuplik penuturan Sukma Ayu dan Yazman Yazid kepada tabloid Bintang.

**

SUKMA AYU: Banyak Bergaul dengan Kru Laki-laki

Perlu waktu tiga hari sebelum memutuskan untuk menerima tawaran Mas Firman (asisten sutradara) untuk bermain dalam Kecil-Kecil Jadi Manten (KKJM) yang berlatar belakang budaya Betawi modern.

Pergulatan paling panjang, tentu saja mengenai masalah penampilan saya yang akan sangat berbeda dengan rambut yang dipotong gundul bak Ronaldo.

Cerita KKJM sebenarnya sederhana. Jadi menarik karena ada tokoh Rohaye dan Ongky yang karakternya sangat berbeda. Inti ceritanya tentang orangtua yang salah mendidik anak. Karakter Rohaye yang bandel dan hobi berantem, main sepakbola serta manjat pohon, jauh berbeda dengan keseharian saya yang sangat wanita. 

Belanja make-up, luluran, manicure dan pedicure biasa saya lakukan. Dalam berbusana saya lebih suka tampil feminin. Nonton pertandingan sepakbola saja nggak pernah. Eh, di sinetron saya malah harus bermain sepakbola.

Semua adegan panjat pohon, main bola dan berantem, langsung saya coba saat syuting. Cara menendang dan menyundul bola saya pelajari dari sutradara, tanpa persiapan. Pernah suatu hari saya harus melakukan adegan perkelahian. Sutradara memberi contoh bagaimana memukul dengan tonjokan. Nggak tahunya tonjokan itu ada yang kena ke muka saya. Waduh rasanya kepala langsung berkunang-kunang. Belum pernah seumur hidup saya merasakan tonjokan.

Selama syuting saya banyak bergaul dengan kru-kru laki-laki untuk mengamati bagaimana mereka berjalan, duduk dan ngobrol. Kebetulan di kampus saya banyak bergaul dengan anak-anak Betawi. Saya bisa belajar cara mereka ngobrol dengan gaya yang lugas.

Soal berbicara dengan logat Betawi, saya tidak mengalami kesulitan berarti. Sejak kecil saya sudah terbiasa menonton film-filmnya Benyamin S. yang sarat dengan budaya Betawi. Saya juga penonton setia sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Alhamdulillah sekarang saya malah dipercaya main sinetron berseting Betawi.

Dalam kehidupan nyata, saya banyak mengenal anak-anak Betawi yang jadi sarjana dan lulus dari universitas bergengsi di luar negeri. Perkembangannya sangat pesat, kultur masyarakatnya sudah lebih maju. Saya ingin orang juga bisa melihat bahwa masyarakat Betawi banyak yang berpendidikan tinggi.

Mudah-mudahan setelah menonton KKJM banyak orang yang mengubah persepsinya tentang masyarakat Betawi.

Keunikan KKJM, tiap pemain diberi kebebasan untuk berimprovisasi. Tidak ada skenario yang mengikat pemain dalam berdialog. Pada saat syuting baru diberitahukan plot ceritanya. Meski tanpa skenario, saya merasa tidak mengalami kesulitan selama syuting. Sejak mulai antara kru, pemain dan sutradara sudah saling kompak. Penyesuaiannya enak. Tidak adanya skenario membuat cerita KKJM mengalir dengan lebih natural. Yang paling banyak berperan di sinetron ini, ya sutradaranya.

Cuma dia yang tahu bagaimana jalinan cerita dari satu episode ke episode berikut. Setiap ada kesempatan, dia akan menuliskan rangkaian cerita yang harus dimainkan. Saya banyak berdiskusi. Bantuan lain juga datang dari lawan main yang sudah terbiasa main di sinetron bergaya Betawi. KKJM mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Sebagai salah satu bintangnya saya cukup merasakan dampaknya.

Meski kepala ditutupi wig, orang bisa mengenali saya sebagai pemeran Rohaye. Mereka memanggil-manggil nama saya. Ada juga beberapa yang mencubit saya dengan gemas saat bertemu di jalan atau pusat perbelanjaan. Sejauh ini sikap mereka masih wajar.

Sekarang saya dikontrak eksklusif oleh Multivision Plus. Saya kebagian jatah bermain dalam dua produksi, KKJM dan Tujuh Tanda Cinta. Semua waktu saya habis untuk syuting. Saya memutuskan cuti kuliah selama satu semester. Saya ingin berkonsentrasi dulu di bidang ini. Sepadat apapun jadwal, saya berusaha menyisihkan waktu untuk keluarga.

Jika ada break syuting, saya memilih menghabiskan waktu bersama keluarga, untuk nonton televisi atau makan bersama. Hubungan saya dengan teman-teman tetap akrab. Untungnya mereka punya tempat nongkrong yang tak pernah sepi. Semalam apapun saya datang, mereka selalu ada. Membagi waktu dengan teman, tidak terlalu sulit. Yang berat justru mencari waktu untuk keluarga.

Saya beruntung punya pacar seperti B'jah yang mengerti sekali pekerjaan saya. Dia tidak terlalu meributkan masalah pekerjaan. Dia justru mendukung keputusan saya bermain sinetron ini. Setiap Sabtu malam dia pasti menonton, dan benar-benar terpesona pada tokoh Ongky, sampai pengin kenalan segala. Kalau menjemput ke lokasi syuting, yang ditanya selalu Ongky.

Sama seperti pasangan lain yang sudah berpacaran cukup lama, saya dan B'jah mulai membicarakan mengenai pernikahan. Tapi kami memilih tidak menargetkan waktunya, karena kami berdua sama-sama sibuk.

Biarlah sekarang ini kami menjalani hubungan ini dengan santai, tanpa ada beban. Jika waktunya sudah tepat, kami berdua pasti akan menikah. Target hanya akan membuat kami berdua stres. Daripada pusing mendingan refreshing. Salah satu caranya, dengan membaca buku cerita.

Saat ini saya tengah tergila-gila komik Jepang berjudul Bakabon. Saya menemukan komik ini secara tidak sengaja ketika mencari novel Supernova di toko buku. Tidak mendapatkan yang dicari, saya mulai melihat-lihat ke bagian komik dan melihat komik ini. Setelah dibaca, kok ceritanya lucu banget. Pokoknya konyol deh.

YAZMAN YAZID: Budaya Betawi Memang Populer

SAYA sendiri enggak tahu apa yang menyebabkan maraknya sinetron berlatar belakang budaya Betawi. Apalagi yang menyebabkan kesuksesannya.

Khusus untuk "Kecil-Kecil Jadi Manten", saya enggak pernah sekali pun mengira sinetron ini akan meledak. Kalau tahu formula suksesnya, tentu orang akan berbondong-bondong jadi sutradara atau malah produser.

Mungkin "Kecil-Kecil Jadi Manten" mencuri perhatian lantaran ada kehebohan yang disebabkan Sukma Ayu yang berani menggunduli rambutnya. Jarang lho pemain senekad itu.

Sebenarnya seting budaya apa pun bisa dieksplorasi. Hanya saja, budaya Betawi itu 'kan lebih menasional dibanding lainnya. Maksud saya begini. Karena letaknya di Jakarta, mendapat perhatian orang daerah. Coba, mana ada orang daerah yang enggak bisa beraksen Betawi, misalnya. Orang dari Surabaya, bisa bicara elu gue. Barangkali itu salah satu kelebihannya.

Di sinetron "Kecil-Kecil Jadi Manten", tak ada satu pun pemain yang punya pengalaman panggung. Apakah ada perbedaan sinetron Betawi yang digarap orang Betawi dan orang luar Betawi? Saya kira enggak ya. Saya sendiri orang Padang. Sebelum mengerjakan sesuatu, sutradara 'kan harus masuk dalam budaya tertentu. Jadi enggak ada perbedaan saya kira.

(ray/gur)

Penulis : Panditio Rayendra
Editor: Panditio Rayendra
Berita Terkait