Sempat Dapat Sorotan, Lola Amaria Ajak Masyarakat Nonton Bareng Film LIMA
TABLOIDBINTANG.COM - Film LIMA yang digarap Lola Amaria sempat menjadi sorotan karena Lembaga Sensor Film (LSF) mengategorikannya sebagai film untuk 17 tahun ke atas. Padahal Lola menganggap film tentang Pancasila itu untuk dikonsumsi anak-anak dari usia 13 tahun ke atas.
Meski demikian, Lola tetap gencar mengampanyekan pentingnya nilai-nilai Pancasila yang dia tuangkan dalam film Lima. Belum lama ini, Lola Amaria membawa film Lima ke Wellington, Selandia Baru.
Bekerja sama dengan KBRI Wellington, Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) New Zealand, PPI Christchurch, PPI Wellington dan PPI Auckland, Lola Amaria mengajak warga negara Indonesia nonton bareng (nobar) film Lima di Gedung KBRI Wellington.
"KBRI dan masyarakat Indonesia di Wellington beruntung dengan kedatangan seorang sineas muda idealis dan kreatif seperti Lola Amaria," ujar Tantowi Yahya, Duta Besar RI untuk Wllington, Selandia Baru dalam rilis yang diterima wartawan, Senin (29/10).
Lola menyebutkan usai menonton film Lima, penonton pulang dengan membawa pandangan positif tentang toleransi, kebhinnekaan dan semakin memperkuat semangat kebangsaan.
Tantowi Yahya berharap film Lima dapat membumikan Pancasila sebagai ideologi negara kepada seluruh rakyat Indonesia serta membakar rasa nasionalisme di hati para diaspora Indonesia di Selandia Baru.
"Selain tentunya mendukung kemajuan perfilman Indonesia yang berkualitas," ucap mantan Ketua Umum PAPPRI ini.
Menurut Lola Amaria, Selandia Baru menjadi negara yang dihampiri film Lima. Di mana Wellington menjadi kota kedua di Selandia Baru yang dikunjungi tim Lola Amaria Production setelah sebelumnya sukses ditayangkan di Christchurch.
"Selanjutnya dijadwalkan untuk diputar di Auckland," tutur Lola Amaria.
Film Lima dikerjakan oleh lima sutradara yaitu: Lola Amaria, Shalahuddin Siregar, Tika Pramesti, Adriyanto Dewo dan Harvan Agustriansyah yang masing-masing menggarap setiap Sila dan kemudian disatukan menjadi plot cerita utuh.
Film berdurasi 110 menit ini mengangkat kisah pentingnya toleransi dan kebhinekaan yang saat ini terancam dengan nilai-nilai chauvinistik terhadap golongan, ras atau agama tertentu. Pesan yang ingin diangkat, Pancasila, terutama sila ketiga: 'Persatuan Indonesia' tidak akan terberangus dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
(pri / wida)