Mus Mulyadi: Maestro Keroncong Itu Sudah Tidak Bisa Melihat Lagi...
TABLOIDBINTANG.COM - Maestro musik keroncong Mus Mulyani (72) naik panggung Puri Agung Grand Sahid Jaya, Jakarta.
BACA: Wajib Coba! Berikut Inspirasi Masakan untuk Beragam Jenis Ikan
Mus membawakan sejumlah nomor legendaris seperti “Kota Solo”. Mus Mulyadi menyapa penggemarnya di acara “Malam Budaya Keroncong: Charity to Mus Mulyadi”.
Ia naik panggung mengenakan busana semi-jas rancangan Anna Mariana. Lama tidak bertemu sang Raja Keroncong, membuat kami pangling. Mus Mulyadi berinteraksi tanpa bertatap muka.
“Manggung itu berinteraksi dengan penonton. Padahal, saya sudah tidak bisa melihat (para penonton). Soalnya semua tampak gelap sekali. Seratus persen gelap. Enggak bisa (melihat),” beri tahu Mus Mulyadi kepada tabloidbintang.com, akhir pekan lalu.
Interaksi penonton dilakukan Mus dengan membaca suasana. Dari hati terdalam, Mus rindu sekali menyapa. Lebih dekat dengan audiens. Ia kangen melihat keramaian. Kangen bersilaturahmi. Ia merindu suasana seusai manggung, mengobrol, dan berfoto dengan penggemar. Interaksi setelah manggung memberi kepuasan tersendiri. Absennya indra penglihatan membuat Mus yang dijuluki Buaya Keroncong, merasa sudah tidak 100 persen lagi.
“Saya berinteraksi dengan bertanya kepada mereka: mau lagu apa? Saya penuhi. Saya sudah tidak bisa melihat lagi. Bahkan melihat bayang-bayang penonton pun, tidak bisa. Doa penggemar membuat saya bertahan,” Mus menyambung obrolan.
Penggemar adalah alasan utama Mus masih mau menggetarkan pita suara. Penggemar Mus tak hanya dari Indonesia. Malam itu misalnya, Mus kedatangan penggemar dari Belanda, Suriname, dan Singapura.
Mereka datang secara khusus untuk melihat atraksi Mus. Bahkan, penggemar dari Negeri Singa memesan lagu keroncong “Jali-Jali”. Sejujurnya, Mus Mulyadi ingin rehat dari industri musik keroncong. Mengingat, cucu dan anak ingin terus bersama Mus di rumah. Apa boleh buat, seretnya regenerasi penyanyi keroncong memaksa seniman kelahiran 14 Agustus itu tetap masuk ke studio rekaman. Ada dua volume (album) yang masih harus direkamnya.
Mus telah berkarier di industri musik keroncong lebih dari setengah abad. Ia memulai karier pada 1965. Itulah kali pertama Mus mendendangkan irama keroncong. Sejak itu, cinta Mus kepada keroncong tidak pernah mati. Doa Mus setiap manggung hanya satu, semoga penonton terhibur dan tidak mengantuk melihat penampilannya. Nyaris tak ada duka selama mencintai keroncong.
“Hanya satu yang bikin saya sedih. Yakni, kalau show belum selesai, sebagian penonton pulang. Malam ini saya menyanyikan enam lagu. Biasanya 15 lagu lebih. Kalau hanya enam lagu, entenglah,” beri tahu Mus yang telah sembilan kali menggelar konser di Belanda dan Suriname.
Ia lantas menoleh ke belakang. Tahun 1974, 1975, dan 1978 merupakan tahun emas bagi Mus Mulyadi. Pada tahun itu, Mus mengekspor keroncong ke Belanda dan Suriname. Kalau sudah manggung di Belanda, Mus bablas terbang ke Suriname.
Meski konsekuensinya, harus menempuh perjalanan 11 jam dari Bandara Schiphol Belanda ke Paramaribo, ibu kota Suriname. Cinta pada penggemar mengalahkan rasa lelah. Berkali-kali Mus terbang ke negeri orang, ada banyak kenangan manis yang hingga kini mengendap di benak Mus.
“Mayoritas yang hadir di show saya pejabat setingkat menteri. Ketika show selesai, mereka ingin membeli baju saya. Di Belanda dan Suriname, baju panggung saya dibeli 3000 sampai 4000 gulden (sekitar 30 juta rupiah-red). Apalagi baju yang dipakai istri saya, bisa sampai 6000 gulden. Bayangkan, secinta itu dunia pada kain warisan Nusantara. Bagaimana dengan kita?” pungkasnya.
Semoga Mus Mulyadi selalu sehat.
(wyn/gur)