Obat Corona Sudah Ditemukan? Dalam Banjir Informasi, Kejernihan Adalah Kekuatan
TABLOIDBINTANG.COM - Sebetulnya tak terlalu mengejutkan kalau saat ini ada orang yang mengaku menemukan obat untuk menyembuhkan Covid-19. Negara dan perusahaan farmasi mana yang tak ingin menjadi yang pertama menemukan vaksin virus Corona, yang kedatangannya ditunggu-tunggu manusia seluruh planet bumi? Mungkin saat ini, selain para ahli yang tengah berkutat di laboratorium, banyak juga dukun yang sedang bertapa mencari wangsit, atau pakar herbal yang bergulat mencari ramuan. Menjadi penemu obat atau virus vaksin Corona, selain pahala besar, kita tahu apa keuntungan yang akan didapatkan.
Bagi Youtubers seperti Anji, mendapat informasi ada orang yang telah menemukan ramuan yang bisa membunuh virus Corona, jelas terlalu sayang untuk dilewatkan. Wajar saja kalau kemudian dia mengundang Hadi Pranoto menjadi narasumber di channel Youtube-nya. Tapi di sinilah masalahnya. Saat berbagai perusahaan farmasi yang didukung banyak negara kaya dengan dana jutaan dollar belum berhasil menemukan vaksin untuk Corona, mungkinkan ada orang yang diam-diam sudah berhasil melakukannya? Mungkin saja. Apa yang tidak mungkin kalau Tuhan menghendaki. Tapi benarkah dia memiliki cukup kompetensi untuk ditasbihkan sebagai penemu obat untuk menaklukkan virus Corona?
Problem kompetensi menjadi isu serius setelah video Anji wawancara Hadi Pranoto mengundang kontroversi. Kompetensinya sebagai pakar banyak diragukan. Sebagai Youtubers, perlukah Anji mempertimbangkan kompetensi narasumbernya? Dalam jurnalisme, kompetensi narasumber menjadi faktor penting. Jurnalis akan wawancara masalah hukum pada pakar hukum, karena mereka punya kompetensi bicara soal hukum. Mewawancari satu masalah serius pada narasumber yang tak kompeten, bisa diduga artikel yang dihasilkan akan miss-leading atau menyesatkan.
Tapi kehebohan ini hanya salah satu konsekunsi dari era ketika semua orang boleh dan bisa bicara soal apa saja. Di sosial media semua orang bisa menjadi pakar apa aja. Sering kali bahkan lebih dipercaya dibanding pakar sesungguhnya. Buku Matinya Kepakaran (The Death Of Expertise) karya Tom Nichols dengan bagus melukiskan kondisi dunia kita hidap saat ini. Bahkan selebriti yang punya banyak pengikut bisa bicara layaknya seorang pakar.
Dalam dunia yang dibanjiri informasi tak relevan, kejernihan adalah kekuatan, tulis sejarawan Yuval Noah Harari dalam pembuka buku-nya 21 Lessons for the 21st Century. Fakta dan hoax berseliweran sebelum dan setelah pandemi Corona. Sebagian terlanjur kita percaya, sebagian bisa kita abaikan. Sebagian lagi mungkin terlalu penting untuk dianggap sebagai kebohongan. Setelah Hadi Pranoto, bukan tak mungkin akan ada lagi yang mengaku sudah menemukan obat untuk Corona. Dengan sosial media dan WA Group yang sekarang bisa menjadi penyampai informasi yang sering kali lebih cepat dibanding media mainstream, kejernihan harus terus diasah, karena kita tak bisa menghindar. Informasi, semeyakinkan apapun, disampaikan oleh siapapun, tetap harus diuji kebenarannnya, dengan menggunakan kejernihan pikiran kita. Terutama karena kita tak bisa berharap orang lain yang melakukannya.
Saya tidak yakin Anji punya niat buruk saat wawancara Hadi Pranoto. Tapi ini pelajaran baik bagi para Youtubers yang punya banyak pengikut dan kadang bertindak layaknya jurnalis. Pastikan narasumber yang dihadirkan punya kompetensi terkait tema yang dibahas.