Boleh Sayang Anak, Tapi 10 Sikap Ini Sih Sudah Termasuk Overprotektif
TABLOIDBINTANG.COM - Banyak orang tua kini nampak semakin cemas dengan kehidupan buah hatinya. Tidak hanya ketika anak masih berusia kanak-kanak, melainkan juga hingga mereka memasuki usia sekolah atau bahkan remaja. Segala hal yang terbaik selalu diupayakan agar anak senantiasa baik-baik saja. Tidak terjadi sesuatu apapun yang buruk kepada mereka.
Berangkat sekolah antar jemput, main bersama teman diikuti, segala guru les atau mengaji dipanggil ke rumah, tak jarang hingga melakukan intervensi ke sekolah anak. Semua dilakukan karena kekhawatiran orang tua bahwa anak akan terluka, mengalami hambatan dalam aktivitasnya, atau bahkan terancam bahaya.
Apakah keinginan melindungi anak salah? Tentu saja tidak. Asalkan masih dalam batas-batas kewajaran atau tidak sampai overprotektif atau sikap melindungi secara berlebihan yang biasanya dilatarbelakangi rasa sayang yang juga terlalu berlebihan.
Lantas seperti apa kasih sayang yang sudah termasuk berlebihan dan sebaiknya tidak dilakukan lagi oleh Anda sebagai orang tua? Berikut ini 10 tandanya seperti dilansir dari Times of India.
1. Mengawasi secara konstan
Anda selalu menempatkan anak dalam pengawasan jarak dekat. Anda selaku orang tua nyaris tidak membiarkan anak main sendiri dan melakukan eksplorasi. Kebiasaan ini akan menekan kemampuan anak untuk mengandalkan dirinya sendiri dan melakukan sesuatu secara mandiri.
2. Jadi pembuat keputusan tentang segala hal
Anda membuat keputusan untuk anak tentang segala hal, termasuk hal yang paling pribadi seperti hobi atau pakaian yang akan mereka kenakan. Orang tua tidak pernah memberi kesempatan anak memilih sendiri dan melakukan hal-hal yang mereka inginkan. Jika dibiarkan, hal ini akan membuat anak kesulitan membangun preferensi pribadi dan takut dalam membuat keputusan.
3. Kekhawatiran berlebihan
Anda terlalu mencemaskan kesejahteraan dan keamanan anak. Anda selalu memikirkan skenario terburuk tentang apapun terkait anak dan apa yang dilakukan anak. Hal paling dikhawatirkan, anak akan tertular dan selalu merasakan kecemasan seperti yang orang tuanya rasakan.
4. Membatasi interaksi sosial
Ketika Anda sudah mulai melarang anak bergaul dengan teman sebayanya, mengurung anak di rumah agar tidak tercemar lingkungan yang Anda nilai buruk, dan lain sebagainya, anak lambat laun akan kesulitan berhubungan dengan orang lain dan di masa depannya berisiko menjadi orang yang gemar mengisolasi diri.
5. Tidak membiarkan anak mengambil risiko
Anda merasa tidak yakin anak mampu melakukan atau mengerjakan sesuatu. Maka untuk meminimalkan anak mengalami kegagalan, Anda sebagai orang tua lebih suka melarang anak. Anda tidak membiarkan anak mencicipi rasanya gagal dan mengambil pelajaran dari sana.
6. Mengerjakan tugas-tugas mereka
Jika Anda termasuk yang sering gatal mengerjakan tugas-tugas anak, termasuk PR sekolah, sekalipun anak bisa melakukannya sendiri, maka Anda termasuk orang tua overprotektif. Bila dibiarkan, anak akan kehilangan kemandirian atau keinginan dalam mencapai sesuatu.
7. Pengaturan jadwal yang berlebihan
Anda membuat jadwal yang padat untuk keseharian anak. Seolah-olah segala sesuatunya harus berjalan tepat waktu dan tidak ada toleransi bagi anak untuk mengabaikan jadwal tersebut. Anak akan merasa kelelahan dan merasa seluruh hidupnya hanyalah untuk memenuhi penjadwalan yang telah Anda tetapkan. Anak tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
8. Membatasi informasi
Ketika anak penasaran akan sesuatu yang sedang viral atau menjadi isu sosial, Anda memilih mengelak ketimbang memberi penjelasan yang proporsional dan mengatakan, "Kamu belum mengerti", "bukan apa-apa", "itu tidak penting", dan semacamnya. Maksud orang tua mungkin baik, namun anak justru berisiko mendapatkan informasi yang mereka inginkan dari pihak yang salah.
9. Ikut campur dalam konflik anak
Ketika anak berkelahi dengan temannya, mengalami perundungan di sekolahnya, ketahuan mencuri atau mencontek, dan lain-lain, Anda tampil sebagai pembela yang membabi buta. Pokoknya, anak Anda harus tetap baik-baik saja dan segala permasalahan yang dihadapi anak selesai dengan cepat. Hmm, tentu Anda bisa membayangkan bagaimana karakter anak ke depannya dari kebiasaan ini?
10. Penekanan yang berlebihan pada pencapaian
Anda akan berulang-ulang, berkali-kali, menekankan tentang pencapaian prestasi yang harus diraih anak. Dan Anda tidak terlalu memikirkan bagaimana proses yang dilalui atau dilakukan anak untuk mewujudkannya, asalkan pencapaian tersebut sesuai yang Anda inginkan.